Kamis, 29 Oktober 2015

PROVOKASI TERSELUBUNG

Suatu saat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melewati dua buah kuburan, lantas beliau bersabda: "Sungguh kedua penghuni kubur itu sedang disiksa. Mereka disiksa bukan karena perkara besar (dalam pandangan keduanya). Salah satu dari dua orang ini, (semasa hidupnya) tidak menjaga diri dari kencing. Sedangkan yang satunya lagi, dia keliling menebar namiimah (mengadu domba)".

Namimah, adu domba, atau dengan bahasa kekinian diistilahkan dengan provokasi seringkali tanpa sadar kita bersama lakukan, yang padahal sikap ini adalah sikap yang sungguh dimurkai sekali oleh Allah, pelakunya mendapatkan dosa besar dan diancam tak bisa masuk ke surga.

Seseorang menghampiri kita dengan membawa kabar bahwa si fulan telah mencemooh kita, lalu dengan entengnya kita mempercayai dan menindaklanjuti dengan beragam prasangka dan reaksi jelek lainnya.
Seseorang kita curhati tentang satu rahasia, ternyata ia membocorkan rahasia itu kepada orang lain, orang lain kepada yang lain lagi hingga sampai rahasia kita menjadi rahasia umum, maka ini pun juga termasuk namimah.

Eh, udah tau belum, Si ust Anu kawin lagi tapi jangan bilang-bilang ya! lalu dalam waktu yang singkat kabar itu tersebar diseantero kampung, pun ini namimah.

Infotainment dengan ragam berita yang penuh gosip murahan tentang bintang film dan yang lainnya, pun sebuah namimah.

Media yang memberitakan tentang seseorang, tentang kejadian yang menimpanya, tentang pemikiran melencengnya, tentang apapun yang berkait dengan orang tadi, pula adalah namimah.

Meskipun apa yang disampaikan orang itu benar, meski yang diberitakan dan di informasikan adalah nyata, itu adalah namimah, dan jika sampai tak benar berarti ia pendusta.

Maka, tak usah memperbincangkan tentang orang, berbincanglah mengenai ilmu dan kehidupan Rasulullah, sebab sekedar sebagai pendengar berita provokasi, kita akan mendapatkan dosa yang sama dengan pihak yang memberitakan. Bahkan jika sampai percaya dengan berita itu, kita akan langsung mendapatkan status fasiq dari Allah.

Maka, jika ada kabar provokatif kita mesti melakukan hal-hal berikut ini, sebuah tips dari al Imam al Ghozali:
- Jangan pernah percaya dengan berita tersebut
- Mencegahnya untuk memberitakan, shut up!
- Bencilah itu perbuatan
- Tak usah berprasangka yang tidak-tidak pada pihak yang dikabarkan
- Tidak perlu mencari kebenaran berita terkait, sebab ini adalah tajasus yg itu tak boleh
- Tak usah pedulikan nasehat si pembawa berita jika dia menasehati.

Akhirnya, trik setan untuk mengobok-obok demikian beragam, maka jangan mudah untuk terprovokasi, menshare atau membroadcast berita yang berisi namimah, meski itu benar tetap adalah namimah yang dilarang oleh Rasulullah.

Kiranya demikian berat, mengelola sikap dijaman yang kian carut marut ini, dengan kecanggihan teknologi yang tak diimbangi kecanggihan bersikap, kita akan berhasil kalap. Semoga Allah ampuni kita! Semoga Allah jaga kita!

29 Oktober 2015

PROVOKASI TERSELUBUNG

Suatu saat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melewati dua buah kuburan, lantas beliau bersabda: "Sungguh kedua penghuni kubur itu sedang disiksa. Mereka disiksa bukan karena perkara besar (dalam pandangan keduanya). Salah satu dari dua orang ini, (semasa hidupnya) tidak menjaga diri dari kencing. Sedangkan yang satunya lagi, dia keliling menebar namiimah (mengadu domba)".

Namimah, adu domba, atau dengan bahasa kekinian diistilahkan dengan provokasi seringkali tanpa sadar kita bersama lakukan, yang padahal sikap ini adalah sikap yang sungguh dimurkai sekali oleh Allah, pelakunya mendapatkan dosa besar dan diancam tak bisa masuk ke surga.

Seseorang menghampiri kita dengan membawa kabar bahwa si fulan telah mencemooh kita, lalu dengan entengnya kita mempercayai dan menindaklanjuti dengan beragam prasangka dan reaksi jelek lainnya.

Seseorang kita curhati tentang satu rahasia, ternyata ia membocorkan rahasia itu kepada orang lain, orang lain kepada yang lain lagi hingga sampai rahasia kita menjadi rahasia umum, maka ini pun juga termasuk namimah.

Eh, udah tau belum, Si ust Anu kawin lagi tapi jangan bilang-bilang ya! lalu dalam waktu yang singkat kabar itu tersebar diseantero kampung, pun ini namimah.

Infotainment dengan ragam berita yang penuh gosip murahan tentang bintang film dan yang lainnya, pun sebuah namimah.

Media yang memberitakan tentang seseorang, tentang kejadian yang menimpanya, tentang pemikiran melencengnya, tentang apapun yang berkait dengan orang tadi, pula adalah namimah.

Meskipun apa yang disampaikan orang itu benar, meski yang diberitakan dan di informasikan adalah nyata, itu adalah namimah, dan jika sampai tak benar berarti ia pendusta.

Maka, tak usah memperbincangkan tentang orang, berbincanglah mengenai ilmu dan kehidupan Rasulullah, sebab sekedar sebagai pendengar berita provokasi, kita akan mendapatkan dosa yang sama dengan pihak yang memberitakan. Bahkan jika sampai percaya dengan berita itu, kita akan langsung mendapatkan status fasiq dari Allah.

Maka, jika ada kabar provokatif kita mesti melakukan hal-hal berikut ini, sebuah tips dari al Imam al Ghozali:
- Jangan pernah percaya dengan berita tersebut
- Mencegahnya untuk memberitakan, shut up!
- Bencilah itu perbuatan
- Tak usah berprasangka yang tidak-tidak pada pihak yang dikabarkan
- Tidak perlu mencari kebenaran berita terkait, sebab ini adalah tajasus yg itu tak boleh
- Tak usah pedulikan nasehat si pembawa berita jika dia menasehati.

Akhirnya, trik setan untuk mengobok-obok demikian beragam, maka jangan mudah untuk terprovokasi, menshare atau membroadcast berita yang berisi namimah, meski itu benar tetap adalah namimah yang dilarang oleh Rasulullah.

Kiranya demikian berat, mengelola sikap dijaman yang kian carut marut ini, dengan kecanggihan teknologi yang tak diimbangi kecanggihan bersikap, kita akan berhasil kalap. Semoga Allah ampuni kita! Semoga Allah jaga kita!

29 Oktober 2015

Rabu, 28 Oktober 2015

DUNIA YANG MELENAKAN

Saat itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengutus Abu Ubaidah ke Bahrain untuk mengambil pajak jizyah dari penduduk dzimmy daerah tersebut, tidak lama akhirnya ia berhasil mengambil pajak berupa harta benda yang demikian banyak lantas kembali menuju kota Madinah.

Ternyata kabar kedatangan Abu Ubaidah didengar oleh banyak kaum Anshar. Disaat itu mereka lalu berkumpul melaksanakan shalat fajar bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Selepas shalat Rasulullah langsung bangkit akan menuju ke kediamannya tapi mereka kaum Anshar berusaha menghambur menghampiri beliau. Rasulullah paham dengan apa yang mereka inginkan. Saat itu beliau hanya tersenyum melihat tingkah laku mereka, lantas bersabda: "Aku kira kalian telah mendengar kalau Abu Ubaidah pulang membawa sesuatu". Mereka kompak menjawab: "iya ya Rasulallah". Lantas beliau bersabda: "Berbahagialah dan tunggulah harapan yang bisa menyenangkan kalian, tapi demi Allah, aku sama sekali tak mengkhawatirkan kefakiran menimpa kalian. Yang aku khawatirkan adalah jika saja dunia dibentangkan untuk kalian seperti dunia dibentangkan untuk umat sebelum kalian, lalu kalian bersaing seperti mereka bersaing lantas kalian hancur seperti mereka hancur".

Dunia memang demikian menggiurkan, keindahannya memang seringkali membuat manusia kehilangan akal sehatnya, sehingga rela melakukan apa saja demi untuk menggapainya. Dunia memang hijau dan manis tapi keelokannya terkadang justru malah membuat manusia terperosok kedalam jurang kehancuran.

Dunia seringkali menghancurkan, seperti apa yang dialami oleh orang-orang jaman dahulu. Banyak dari mereka yang akhirnya harus rela hancur tersebab godaan dunia yang demikian melenakan seperti apa yang dialami oleh Bani Israel. Kaum yang merupakan keturunan Nabi Ya'qub itu, nyatanya harus terjerambab kedalam penyelewengan yang maha dahsyat hingga ke tingkat aqidah dan memunculkan agama Yahudi dan Nasrani yang menuhankan Uzair dan Isa. Apa kalau bukan godaan dunia yang melenakan yang akhirnya standar yang mereka lakukan adalah hawa nafsu. Menuruti keinginannya yang senantiasa memerintah kepada kejelekan.

Maka Rasulullah tidak sama sekali khawatir jika para sahabatnya harus menjalankan kehidupan dengan serba kekurangan. Sebab tarbiyah imaniyah yang ditancapkan oleh Nabi cukup untuk menangkal hal negatif yang seringkali muncul akibat kefaqiran. Yakni penggadaian agama dan keyakinan demi untuk sesuap nasi yang kini seringkali dijadikan cara bagi para misionaris untuk menggalakkan kristenisasi.

Yang dikhawatirkan oleh Sang Kinasih tidak lain adalah kala Allah ta'ala membentangkan dunia secara luas kepada mereka, sehingga membuat mereka berani melakukan apa saja agar mendapatkan pengakuan dan eksistensi dimata manusia. Bersaing secara tidak sehat, menghalalkan hal haram, melakukan cara-cara keji demi untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan yang semua itu adalah hal yang lazim menimpa manusia yang hatinya telah terkotori oleh nafsu duniawi.

Dan sejarah nampaknya memutar kembali dirinya, kini kita melihat banyak dari kita yang mengidap penyakit wahn. Mencintai dunia dan takut mati. Kita seringkali terjebak pada cinta dunia yang berlebihan yang menyebabkan mata hati buta sehingga kita akan berusaha sedemikian rupa mendapatkan dan kemudian mempertahankan dunia yang sungguh melalaikan dengan cara apapun. Harta, tahta, wanita yang semua itu adalah dunia berhasil memporak-porandakan kejernihan akal pikiran dan hati manusia. Membuat manusia lalai dengan prinsip yang semestinya dipegangi.

Sebenarnya tak masalah jika kita mencintai dunia namun bukan demi kepentingan dunia namun untuk akhirat. Tapi seringkali kita masih mencintai dunia untuk dunia yang padahal dunia adalah satu hal yang telah disiapkan oleh Allah untuk kita, dan kita dicipta bukan untuknya melainkan untuk akhirat. Maka manusia hidup tiada lagi perlu gusar terkait masalah dunia, sebab hal itu telah disiapkan sendiri oleh Allah. Selama manusia hidup selama itu pula rizqinya dijamin olehAllah. Yang semestinya kita lakukan adalah menyiapkan perbekalan untuk melewatkan negeri akhirat dengan sukses, sebuah proyek yang demikian besar yang mesti kita pikirkan bagaimana cara merealisasikannya sehingga kita meraih kebahagiaan sejati.

Akhirnya semoga kita diberi Allah kemudahan dalam menjalankan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan, aamiin.

Rabu, 28 Oktober 2015

Minggu, 18 Oktober 2015

Hari Kyai Nasional

Akhir-akhir ini ada berita yang sedang menghangat yakni terkait disetujuinya 22 Oktober sebagai hari santri nasional. Satu hari yang masuk dalam jajaran hari-hari penting nasional. Sebuah hari sebagai wujud apresiasi negara pada perjuangan santri melawan kolonialisme. Sebab tak bisa dianggap sederhana kegigihan perjuangan kaum santri melawan penjajah. Lewat resolusi jihad dari Hadrotussyeikh Hasyim Asy'ari gelora semangat juang santri semakin memuncak. Maka pantas, jika pemerintah menetapkan 22 Oktober yang merupakan hari dikeluarkannya fatwa resolusi jihad sebagai hari santri nasional untuk mengenang dan meneladani semangat juang para santri dahulu melawan penjajah.

Jika entitas santri saja mendapat apresiasi dari negara yang demikian besar. Maka alangkah indahnya jika kedepan bagi Kyai dirumuskan pula satu hari untuk menjadi hari penting nasional. Yakni Hari Kyai Nasional. Sebuah langkah yang cemerlang untuk mengingat kembali jasa-jasa para kyai yang dengan tetesan keringat berjuang mendidik masyarakat menjadi masyarakat yang berilmu dan beradab.

Kita mengerti bahwa kyai adalah guru masyarakat yang tak pernah mendapat tanda jasa. Kalau guru disebut pahlawan tanpa tanda jasa, maka pahlawan yang sebenarnya tidak lain adalah kyai. Sebab tak ada seorang kyai pun yang mendapat tanda jasa dari pemerintah. Maka jika guru saja yang memiliki predikat pahlawan tanpa tanda jasa mendapat apresiasi hari guru nasional. Sudah sepantasnya sebagai penghormatan kepada para kyai, pemerintah juga mencetuskan Hari Kyai Nasional.

Ya, Hari Kyai Nasional. Sebuah hari untuk mengenang jasa para kyai baik yang masih hidup atau yang telah wafat. Sebuah ungkapan rasa syukur bangsa kepada para kyai yang notabene mencurahkan tenaga, materi, dan apapun yang dimilikinya bagi kecerdasan spiritual, emosional, dan intelektual masyarakat. Berusaha sedemikian rupa menjadi agen perubahan massa, membimbing masyarakat menuju kesuksesan tidak hanya didunia melainkan sampai ke akhirat. Bukankah sebuah jasa yang teramat besar?


18 Oktober 2015

Sabtu, 17 Oktober 2015

ENJOYLAH HIDUP!

Hidup itu sederhana, melakukan apa yang kita bisa lakukan sembari mengharap ridlo Tuhan. Tapi seringkali kita mempersulit hidup kita sendiri yang sebenarnya tidak perlu dibikin sulit.

Melakukan apa yang bisa kita lakukan. Ya, sebab Tuhan tak pernah memberi beban melebihi kapasitas diri kita. Maka apa yang menimpa kita mesti telah disesuaikan dengan kesanggupan diri kita untuk memikulnya. Jangan bilang hal itu berat atau sulit. Yakini bahwa kapasitas kita telah distandarkan untuk menyelesaikannya.

Kita boleh saja berharap menjadi manusia yang gemilang didunia, tapi sadari bahwa standar sukses tiada lain adalah ridlo Tuhan. Mau seperti apapun tinggal bagaimana kita mengikhtiarkan keridloan tersebut.

Maka buat apa kemudian berkeluh kesah terhadap keinginan yang belum dicapai, sebab manusia hanya bisa berusaha berdoa kemudian tawakkal, menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan. Apapun yang kita terima mesti kita terima dengan ikhlas. Karena keinginan manusia didunia tiada akan pernah habis. Berbaik sangka kepada Sang Penguasa adalah jalan yang mesti kita tempuh. Maka hati akan senantiasa tentram dengan segala macam pemberian. Tiada keluh kesah di kehidupan yang berbatas ini. Yakini bahwa apa yang diberikan buat kita adalah yang terbaik untuk kita. Sebab kadang kita menganggap satu hal baik yang kenyataannya justru tak baik buat kita dan sebaliknya menganggap satu hal buruk yang ternyata malah baik untuk kita.

Kepasrahan terhadap apa yang telah digariskan Allah akan membuat kita bahagia. Tiada perlulah kita melakukan protes sama Allah. Sebab kita hanya hamba yang tak akan menambah kemuliaan-Nya kala kita taat juga tiada menurunkan kemuliaan-Nya kala kita bermaksiat. Kita butuh Tuhan, butuh ridlo-Nya yang membuat kita akan mendapatkan kebahagiaan hakiki kelak di surga.

Tak perlulah kita mempersulit diri, mengusahakan apa yang diluar kemampuan hanya demi anggapan manusia. Sebab manusia seringkali hanya bisa mencela dikala satu orang gagal dan hanya bisa iri dengki kala satu orang berhasil. Maka tiada perlulah kita melakukan hal-hal untuk membuat mereka menganggap kita. Cukuplah kebaikan yang kita usahakan untuk menyenangkan mereka kita maksudkan hanya untuk mengharap ridlo-Nya. Tak usah pedulikan respon mereka kepada kita. Sehingga kita akan menjadi hamba yang qanaah dengan pemberian.

Syariat itu sederhana, tiada perlu dijalankan dengan diluar kapasitas kemampuan diri. Kita berkewajiban haji jika kita manusia berpunya. Bersedekah dan berzakat jika memang ada. Ada cara lain bagi manusia tak berpunya untuk mendapatkan pahala layaknya apa yang dilakukan oleh orang kaya. Maka memaksakan diri melakukan ibadah diluar kemampuan adalah satu hal yang kurang bijaksana. Jangan-jangan apa yang kita usahakan hanya demi mendapat anggapan dari manusia? Maka sekali lagi bahwa apa yang kita usahakan hanya karena menginginkan ridlo Tuhan.

Enjoylah hidup. Lakukan apa yang bisa kita lakukan demi meraih ridlo-Nya. Ya, cuma ridlo-Nya. Bukan ridlo manusia, bukan tentang anggapan baik mereka kepada kita.



17 Oktober 2015

Selasa, 13 Oktober 2015

MEMBANGKITKAN PESONA TAHUN BARU HIJRIYAH

img-20151013-211510.jpg

Aku ucapkan dari hati yang terdalam, selamat tahun baru hijriyah 1437 H. Kullu 'aam wa nahnu bilkhoirot wal barokat wal hasanat.

Malam ini, seluruh umat Islam semestinya merasa bahagia, sebab mereka menemui tahun baru miliknya yakni hijriyah. Namun sungguh, hanya segelintir saja manusia yang menyadari bahwa hari ini adalah hari bahagia, tahun baru Islam Hijriyah 1437. Kebanyakan dari mereka justru tak mengerti tentang hal ini, kadang ditanya tentang tahun baru hijriyah yang keberapa saja tiada bisa memberikan jawaban. Ya, seolah hari ini bukanlah hari yang spesial buat mereka. Malam ini kelihatan sepi, lebih meriah kala malam minggu tiba. Entah kenapa manusia jaman sekarang tiada lagi punya respect pada kalender miliknya sendiri. Meski aku sendiri juga kadang lebih mengerti dan lebih akrab menggunakan tanggal masehi ketimbang hijriyah. Sebuah keanehan yang entah.

Padahal jika direnungkan, ada sebuah nilai yang luar biasa dibalik pembuatan kalender Islam kala itu. Bahwa atas usulan Sayyidina Ali pada zaman kekhalifahan Sayyidina Umar Ibn Khottob, tercetuslah satu kesepakatan mengenai pembuatan kalender Islam yang berdasarkan peristiwa hijrah Rasulullah. Sebab hijrah dinilai merupakan tonggak berjayanya Islam dimuka bumi.

Ada nilai yang luar biasa dibalik peristiwa hijrah Rasulullah dari Makkah menuju Madinah. Nilai tentang pengorbanan apa saja yang dimiliki, nilai tentang perjuangan, nilai tentang komitmen iman, nilai tentang pembenahan niat, nilai tentang persaudaraan, dan nilai-nilai lain yang tak cukup diungkap hanya dengan deret tulisan.

Berjalan dari Makkah menuju Madinah, dengan kewaspadaan penuh terhadap kemungkinan serangan mendadak musuh bukanlah satu perkara mudah. Banyak dari mereka yang akhirnya nyaris buta ketika hampir sampai dikota Madinah sebab hembusan debu gurun pasir yang demikian menakutkan. Kehilangan rumah, sanak keluarga dan harta benda. Rela hidup di daerah yang benar-benar baru tanpa ada jaminan apa dan bagaimana. Maka Islam adalah tentang pengorbanan, tentang komitmen iman, tentang perjuangan tak kenal lelah. Bukan tentang hedonisme dan gaya hidup modern yang membuat orang cinta dunia dan takut mati.

Tapi sepertinya, kebanyakan kita telah menemukan kesenangan yang menurut kita lebih indah dan menjanjikan daripada mesti komitmen pada agama yang pahalanya saja tiada pernah ditampakkan.

Sepertinya mengisi malam minggu dengan gebetan akan lebih indah ketimbang melewatkan tahun baru Islam dengan mengkontemplasi spirit yang terkandung dalam peristiwa hijrah Sang Kinasih pilihan. Membaca doa akhir dan awal tahun kiranya tidak lebih memikat dari pada membaca rentet kata-kata gombal dari sang pacar.

Sepertinya menuliskan ucapan selamat tahun baru masehi dan natal lebih disukai ketimbang mengucapkan selamat tahun baru hijriyah.

Sepertinya melewatkan tahun baru Islam dengan refleksi dan harapan-harapan tidak lebih indah ketimbang melewatkan tahun baru masehi dengan suara-suara terompet dan petasan, juga nge-date bersama sang pacar.

Maka kaum muda yang sebenarnya sumber kekuatan Islam menjadi lemah, mereka terbelenggu gaya hidup barat yang katanya modern. Mereka seperti buih yang kelihatannya banyak namun ternyata kosong tanpa esensi. Mereka tanpa sadar telah dijauhkan dengan spirit Islam itu sendiri, sedikit demi sedikit jiwa-jiwa itu kehilangan ruh keislamannya sehingga lebih peduli dengan malam minggu daripada malam jum'at, lebih respect dengan malam tahun baru masehi ketimbang malam tahun baru hijriyah. Yang padahal kita mengerti bahwa minggu dan masehi sangat dekat sekali dengan ajaran nasrani. Maka menumbuhkan ruh yang mulai melemah adalah satu hal yang mesti bersama kita usahakan, membangkitkan pesona tahun baru hijriyah semestinya bisa kita ikhtiarkan.

Semoga tahun baru membawa spirit baru, spirit untuk menjadi manusia lebih bermanfaat, lebih bersemangat, lebih berani untuk berkorban. Semoga harapan-harapan yang kita patrikan malam ini dalam bentang peta hidup setahun kedepan dimudahkan-Nya dalam berkah dan kebaikan. Aamiin.

Wallahu yatawallal jami'a biriayatih

Kamis, 08 Oktober 2015

Taqwakah?

Apakah dinamakan bertaqwa melakukan satu hal hanya karena tuntutan keadaan? Sebab kadang keadaan menuntut seseorang terlihat "bertaqwa", sehingga kesan itu akan hilang ketika ia berada diluar keadaan itu. Ia akan kembali menjadi bentuknya yang asli.

Apakah disebut sebagai taqwa memimpin satu majlis dengan aneka dzikir komplit hanya tersebab keadaan, keadaan yang memaksanya menjalani hal itu. Yang padahal di hari ketika tiada tuntutan keadaan, ia tak pernah barang sekali membacanya di kesendiriannya hanya berteman Tuhannya. Sebab ia ingin meyakinkan kepada jamaah bahwa ia adalah sosok penerus yang komitmen.

Apa disebut taqwa bersikap seolah orang alim hanya karena keadaan, keadaan yang memanggilnya ustadz, sehingga mau tak mau ia memantaskan diri dengan sepantasnya sikap ustadz. Bangun lebih awal dari santri, melakukan ritual malam bersama mereka. Bersikap bak malaikat yang tak punya salah. Sempurna. Shalat jamaah tiap waktu. Shalat zhuha dan sunnah lainnya. Mewasiatkan hal-hal langit yang padahal entah ia telah melakukan atau tidak. Sebab agar mereka percaya bahwa ia adalah sebenarnya ustadz yang patut diteladani.

Apa disebut taqwa bersikap layaknya orang shaleh, sebab keadaan yang menuntutnya, keadaan sepulang haji yang menuntut sikapnya harus berubah jika ingin dinilai hajinya mabrur, agar masyarakat percaya dan melihat bahwa ia adalah seorang haji yang mabrur.

Apa dinamakan taqwa membagi-bagikan sedekah, zakat dan qurban hanya karena keadaan, keadaan yang menuntut ia agar seolah menjadi orang dermawan, menjadi seolah teladan tersebab ia memimpin satu daerah. Padahal kala ia tak menjadi apapun ia adalah bagian dari manusia pelit didaerahnya.

Apa dinamakan taqwa menjauhi larangan agama hanya tersebab takut dicap sebagai orang jelek dimata manusia? Tersebab takut dianggap penerus tak bertanggung jawab. Tersebab takut dianggap sebagai ustadz gadungan. Tersebab takut dianggap Haji yang mardud. Tersebab takut diklaim sebagai pemimpin yang tak bisa memberikan teladan.



Oh..Tuhan.. inikah yang dinamakan riya'?
Oh..Tuhan.. inikah yang disebut sum'ah?
Yang kala ingin menceritakan, Sahabat Rasul Abu Hurairah mesti berkali-kali pingsan...

Maka musuh sebenarnya adalah diri kita sendiri, yang beramal masih saja bercampur dengan unsur kabur, tiada murni hanya teruntuk hadirat-Nya. Beramal hanya agar dianggap baik, dianggap penerus yang komitmen, hanya agar dianggap ustadz hakiki, hanya supaya di anggap Pak/Bu haji yang mabrur, hanya agar dianggap dermawan dan pemimpin yang perlu dicontoh.

Barangkali inilah yang disebut sebagai amal ukhrowy yang duniawi. Hanya demi anggapan baik dari orang-orang terhadap kita.

Pintar sekali setan menjerumuskan seorang pelaku ketaatan kepada kenistaan sebab melakukan perintah Tuhan dan menjauhi larangan Tuhan tiada untuk Tuhan. Halus sekali metode yang mereka tempuh demi menyeret kita agar menemaninya keneraka.

Sebab manusia macam itu katanya, akan dipermalukan dihadapan Tuhan dengan firman-Nya, kadzabta! Bohong kamu!

Dan mungkin saja tulisan ini sendiri barangkali ditulis tersebab ingin mendapatkan anggapan baik dari manusia, maka menata hati, meluruskannya, menghindarkannya dari motivasi selain-Nya tiada semudah itu. Maka teruslah beramal dengan memproses diri menuju niat murni karena dan untuk-Nya. Tak usah lagi pedulikan anggapan manusia.

8 oktober 2015

Selasa, 06 Oktober 2015

ALLAHUMMA SALLIMNA!

img-20151007-wa0007.jpg

Banyak orang tertipu dengan merasa bahwa dirinya adalah orang yang mulia. Sebab kemuliaan yang disematkan orang-orang terhadap orang tuanya. Ia merasa tak lagi perlu mengikhtiarkan ilmu secara mendalam. Ia mengira bahwa kemuliaan yang disematkan orang-orang terhadap orang tuanya akan pula ia dapatkan dengan mudah meski ia tak belajar secara serius dan mendalam. Ia kira anak macan pasti jadi macan, sehingga banyak diantara mereka yang hanya menggunakan "keramat gandul" sebagai alat untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Mereka lupa bahwa kemuliaan yang didapat oleh orang tuanya didunia adalah buah ketaqwaan yang diberikan Allah melalui proses panjang yang dijalani berpuluh tahun.

Padahal jaman telah menyatakan bahwa status bawaan (ascribed status) sudah tidak laku. Yang ada hanyalah status yang diusahakan (achived status). Terlepas dari ekspedisi ilmu bukan untuk mencari status tapi itu hanyalah efek otomatis kepada pemilik ilmu yang akan muncul meski tanpa kita inginkan. Yarfa'illaahulladziina aamanuu minkum walladziina uutul 'ilma darojaat.

Ada pula mereka yang justru malah sibuk di lain dunia tanpa tertarik sedikit pun menempuh apa yang dulu ditempuh oleh orang tuanya. Mereka merasa bahwa estafet selanjutnya bukanlah tanggung jawabnya. Sehingga banyak ditemukan lembaga yang mati tersebab anak-anaknya yang tiada mau memikul amanah orang tuanya. Ia telah berlaku zhalim dengan tidak mau meniru laku yang diikhtiarkan orang tuanya. Bi abihi iqtada Adiyun fil karam- faman yusyabih Abahu fama zhalam.

Kita mengenal Nabi Ibrahim, seorang Nabi yang berjulukan Khalilullah yakni kekasih Allah. Kedudukan yang cukup luar biasa. Seorang Nabi ulul azmi. Namun begitu ayahnya yang bernama Azar seorang pembuat patung berhala tiada sama sekali merasakan manfaat dari Nabi Ibrohim. Sampai mati ia tetap dalam kekafirannya. Begitu juga istri Nabi Luth yang bernama Walihah juga tak mendapat manfaat dari Nabi Luth. Anak Nabi Nuh Kan'an pula tiada mendapat manfaat dari sang ayah. Juga paman Rasulullah Abu Lahab pun tiada mendapatkan manfaat. Bahkan seorang Musa Samiri yang sedari kecil mendapatkan pendidikan langsung dari Jibril tiada mendapat manfaat sama sekali, ia akhirnya menjadi musuh orang mukmin dan mati dalam kondisi kafir.

Maka apalah artinya seorang ayah yang terhormat, katakan seorang kyai jika sang anak tak meniru jejak langkah yang ditempuh oleh bapaknya. berusaha sedemikian rupa menyiapkan diri untuk meneruskan estafet perjuangan sang ayah. Tak ada gunanya sebutan gus jika ia tak mewarisi keilmuan dan ketaqwaan sang ayah. Tak ada manfaatnya sebutan ning jika mereka tak berusaha meniru ayahnya dalam keilmuan dan ketaqwaan. Maka jangan mau tertipu dengan sikap orang-orang yang kelihatannya menghormati dan memulyakanmu sebab sejatinya ia tak memulyakan kecuali kepada orang tuamu dan ilmunya, bukan sama sekali kepadamu. Jangan sok dengan berujar "Bapakku kyai!" Iya bapakmu kyai kamu bukan kyai. Maka bukan lelaki seorang yang hanya mengandalkan power keluarganya terlebih ayahnya tanpa berusaha memunculkan inner power.

Dan tentu saja ekspedisi ilmu secara prinsip tiada sama sekali diniatkan sebagai ajang pencarian status dan pangkat di tengah masyarakat. Hanya saja jika ada orang yang berilmu dan bertaqwa lantas mendapatkan penghormatan dari manusia, itu hanya sebentuk pemuliaan yang diberikan Allah didunia sebelum di akhirat bagi pembawa ilmu dan ketaqwaan.

Ya, La sabila ilal amni, tiada jalan merasa aman! Semoga kita dijauhkan dari tipuan yang dilancarkan setan, semoga kita bisa terus tahrirunniyah. Sebab apa yang kita cari jika bukan semata ridlo-Nya.

Allahumma sallimna!

‪#‎6Oktober2015‬
‪#‎SebuahRenunganMateriTaushiyah‬.

Senin, 05 Oktober 2015

CERMIN HATI

Lisan adalah penerjemah hati. Kita bisa membaca hati orang melalui kata-kata yang ia ucapkan. Lisan ibarat cermin yang mampu memantulkan bentuk fisik hati seseorang.

Lisan sendiri jenisnya bermacam-macam, ada lisan yang cerewet bukan main, ada lisan yang berbicara seperlunya, ada juga lisan yang hanya mampu berucap ya dan tidak.

Apapun karakter lisan kita, semuanya adalah ujian, bagaimana usaha kita menjaga lisan agar tak menyakiti orang lain, terlebih bagi mereka yang memiliki lisan yang banyak cakap, terlebih perempuan yang menurut riset bibirnya lebih tipis dan tajam dari laki-laki. :)

Sebab kita mengerti bahwa apa yang keluar dari mulut, semua direkam dengan jelas dan rapi oleh Malaikat yang Raqib Atid. Banyak ahli ibadah yang akhirnya dibuang ke jurang neraka sebab panen dosa yang dilancarkan oleh lisannya.

Berbahagialah bagi orang yang tak memiliki kecakapan berbicara, berbicara gagap, atau berbicara hanya ya dan tidak, sebab ia bisa lebih menjaga lisannya, karena seperti yang maklum dimengerti bahwa seringkali banyak bicara seringkali pula ia melakukan kesalahan melalui lisan.

Tapi juga tidak menutup kemungkinan pula, orang dengan karakter lisan ya dan tidak melakukan dosa melalui lisan dengan terus diam yang justru menyakitkan orang lain. Ya diam kadang juga bukan emas, bicarapun kadang justru adalah emas, tinggal substansi yang keluar darinya.

Melalui lisan manusia bisa melakukan ibadah menyenangkan orang lain, namun melalui lisan pula manusia bisa terjebak dalam dosa terhadap orang lain.

Banyak sikap-sikap tercela seringkali didukung oleh keberadaan lisan, mulai dari berbohong, hasud, bertengkar, mencela, mengeluh, menuduh, menggunjing, membicarakan aib, mengadu domba, suuzhon, dan sikap lain yang kesemuanya di support oleh lisan.

Maka menjaga lisan adalah menghindarkannya dari semua yang terlarang, dan menghiasinya selalu dengan dzikir, shalawat, al-qur'an dan kata-kata yg dicintai Allah dan mampu membahagiakan orang.

Memang manusia dengan lisannya seringkali terjerambab kedalam kubang dosa, hingga apapun yang dilakukan oleh seseorang untuk membuat semua orang senang kepadanya tiada akan pernah berhasil, karena banyak lisan yang siap mencela, mencaci maki dan menggunjing orang yang berusaha membuat orang lain ridlo tersebut. Ridlonnas ghoyah latudrok.

Ya, hati yang baik tercermin dari lisan yang baik, lisan yang buruk adalah sinyal bagi hati yang membusuk.

Namun, semuanya tidak semudah itu, banyak hal yang perlu sedikit demi sedikit kita proses. Memproses diri menuju keindahan yang diridloi-Nya. Semoga dimudahkan-Nya.

Akhirnya, semoga kita dikaruniai lisan yang berhiaskan keindahan dan taqwa, Allohumma inni as'aluka qolban salima wa lisanan shodiqo.

5 Oktober 2015
#kontemplasi di sesorean hari.
Allahumma
Ghufron!