Sabtu, 15 Agustus 2015

Merindukan Sang Umar ke-3

Kebanyakan manusia memang suka dengan popularitas dan status sosial di masyarakat. Banyak yang berusaha mengejarnya demi sebuah gengsi dan menuruti nafsu ingin dihormati. Meski harus melalui cara yang keji dan tak manusiawi, menghalalkan apa yang sebenarnya ia paham sebelumnya bahwa itu haram. Yang kemudian ia lupa, sebab mata bathin telah tertutup oleh gumpalan kerak duniawi yang kadung mengeras tak henti-henti.

Manusia super jaman dahulu, bahkan seringkali lempar pangkat dan jabatan karena takut akan tanggung jawab yang mesti diemban dunia akhirat. Manusia sekarang, jangankan disuruh maju, bahkan sebelum kapasitasnya pantas menyandang pangkat dan jabatan. Ia merasa sudah layak menjadi panutan, yang nyatanya mengurusi diri sendiri saja tak becus, yang nyatanya yang ia cari hanyalah sebutan dan kekayaan. Memperkaya diri dengan menjadi kepala entah apa. Padahal visi yang ia miliki saja masih hambar tak menemukan kejelasannya. Bahkan hanya dengan power politik yang dimiliki orangtua atau kerabatnya, mereka berani maju mencalonkan diri sebagai kepala daerah entah apa. Maka bagaimana bisa tercipta masyarakat madani yang adil, makmur, dan mendapatkan ridlo Sang Ghofur?

Sayyidina Umar bin Khottob saking demikian hati-hati dan all out dalam memberikan perhatian dan kasih sayangnya kepada rakyat, ia sampai tidak pernah berani tidur di siang maupun malam hari. Suatu saat sampai Ia pernah berkata: "Kalau aku tidur di siang hari, maka aku menelantarkan rakyatku. Dan jika aku tidur di malam hari, aku menyia-nyiakan diriku sendiri (tidak shalat malam). Bagaimana bisa tertidur pada dua keadaan ini wahai Muawiyah?”.

Khalifah Umar takut jika ia tidur, ia akan menyia-nyiakan rakyatnya, bahkan jika saja ada seekor onta yang mati sia-sia sebab kelaparan tak diberi makan, ia takut dimintai pertanggung jawaban, karena masalah itu juga termasuk dalam lingkup yang menjadi tanggung jawabnya

Ia adalah pemimpin yang luar biasa, menderma baktikan seluruh yang ia miliki demi memakmurkan rakyatnya, bukan malah mengejar kedudukan demi menumpuk kekayaan seperti yang dilakukan orang jaman sekarang. Ia sering kali dengan ikhlas memantau secara langsung kondisi rakyat yang ia pimpin, bahkan tak segan jika ada warga miskin berkekurangan ia sendiri yang kemudian menggotong bantuan untuk didistribusikan. Bukan seperti para pemimpin sekarang yang melakukan blusukan hanya demi pencitraan. Atau bahkan menghadiri sidang penting tentang rakyat, justru malah ongkang-ongkang atau bahkan tidur terlelap.

Sayyidina Umar bin Abdul Aziz bahkan sampai membuat para istrinya menangis, sebab disodori pilihan antara menjadi istri tanpa mendapat perhatian atau diceraikan. Sebab begitu repotnya Sang Khalifah mengurus urusan rakyat, membuat ia tak sanggup jika harus memperhatikan urusan keluarga. Disuatu saat yang dingin, kala ia ingin mandi, pembantunya menyiapkan air panas baginya, setelah ia tahu bahwa air itu dimasak dari kayu bakar yang didapat dari simpanan negara ia dengan tegas menolak.

Kita mengenal seorang gubernur di zaman Sayyidina Umar bin Khottob, Said bin Amir al-Jumahi, sesosok yang hanya memiliki pakaian sepasang, yang bahkan dikala Sang Khalifah melihat daftar nama fakir miskin dari daerahnya, Ia terperanjat sebab satu nama yang baginya tak asing, Said Bin Amir. Lantas setelah ditanyakan ternyata benar, bahwa nama itu tidak lain adalah Sang Gubernur itu sendiri. Ya, Di hari-harinya seringkali ia tidak punya bahan makanan untuk ia masak

Maka jabatan dan pangkat, bukan sebuah kesempatan untuk menumpuk harta dan meraih predikat dan status sosial tinggi di masyarakat. Tapi hal itu adalah ujian untuk berkhidmah kepada umat sampai tulang punggung putus dan sekarat, sampai masyarakat merasakan kehadiran Sosok Umar ke-3, sosok pemimpin yang mampu mengantarkan rakyat menuju kesejahteraan kehidupan dan Ridlo Tuhan.

Akhirnya, kita hanya bisa berharap, semoga Indonesia, khususnya Kendal kedepan bisa mendapatkan pemimpin yang mampu mentransformasikan nilai-nilai yang indah dan ekselen dalam kehidupan, sosok yang mampu menjelmakan diri menjadi sosok Umar ke-3 bagi kehidupan. Ya, Kami merindukanmu, duhai Umar ke-3 ku...

Kaliwungu, 24 Juli 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar