Minggu, 31 Januari 2016

PROSES PENERAPAN HUKUM KEHARAMAN MIRAS

Meminum arak adalah satu budaya yang mengakar pada masyarakat arab, sampai salah seorang paman Rasul sendiri, yakni Sayyidina Hamzah merupakan seorang pemabuk berat, hingga onta Sayyidina Ali pernah menjadi korban ketika ia teler, punuk onta milik Sayyidina Ali itu dipenggal olehnya, lantas isi perutnya di cabik-cabik. Padahal onta itulah yang akan menjadi mahar Sayyidina Ali meminang Sayyidah Fatimah. Namun melalui proses yang dijalankan Rasulullah, kala ada pengharaman khomr, mereka akhirnya menyambut seruan itu dengan begitu antusias sampai gentong-gentong yang berisi minuman keras itu ditumpahkan seluruhnya oleh mereka dimuka rumah. Mereka bahkan menjauhi minuman keras sedemikian jauh, mereka demikian takut untuk kembali menjadi seorang peminum. Keberhasilan seperti ini juga dialami Rasul dalam masalah yang berkaitan dengan bagaimana membuat orang terlepas dari kesyirikan secara total, berhala yang banyak bertebaran di masjidil haram yang jumlahnya sekitar 300 buah akhirnya mampu disingkirkan. Hingga pada akhirnya segala bentuk kesyirikan itu habis sama sekali pada titik nol. Dan katakanlah “Yang benar telah datang dan yang bathil telah lenyap”, sesungguhnya yang bathil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap” (QS. al-Isro’:81)

Ada proses saddan liddzariah (tindakan preventif) yang dilakukan Rasul dalam melakukan perubahan secara mengakar. Sebuah hikmatuttasyri’ yang semestinya kita pelajari untuk menjadi dai yang tidak berlaku pokoke. Bagaimana disaat Sayyidina Abu Musa dan Sayyidina Muadz bin Jabal akan diutus untuk berdakwah mendapat wejangan yang mendalam dari Rasul, senangkan jangan membebani, sampaikan yang mudah jangan mempersulit.

Ada tiga proses yang di ikhtiarkan oleh Rasulullah yang perlu kita pahami dan kita contoh untuk menyadarkan dan mengentaskan seseorang dari satu hal yang semula merupakan budaya yang mengakar pada dirinya sampai pada akhirnya menjadi hal yang dijauhi dan di benci. Mula-mula adalah usaha kita memuncul sifat khosyah pada diri mereka, sebab dikala sifat satu ini ada maka perubahan akan berjalan dengan mudah.

Proses pertama diisyaratkan pada firman Allah, surat al-Baqarah ayar 219 yang artinya:

Mereka bertanya kepadamu tentang khomr dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya... (al-Baqarah:219)

Dalam ayat diatas, al-Qur’an tidak secara langsung mengklaim haram minuman keras, tapi al-Qur'an justru menjelaskan bahwa disana memang ada manfaat yang didapat, tapi dibalik itu ternyata minuman keras memiliki dampak negatif dan dosa yang lebih besar dari manfaat yang akan diperoleh.

Kemudian proses selanjutnya tercermin dalam firman Allah surat An-Nisa’ ayat 43 yang artinya:

Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan... (QS. an-Nisa’:43)

Dengan ayat ini mereka berusaha mengurangi konsumsi miras, sebab jika mereka meminum miras selepas dzuhur, kala masuk waktu ashar mereka masih dalam kondisi teler, jika mereka meminum selepas waktu maghrib, masuk waktu Isya’ mereka juga masih mabuk. Akhirnya mereka hanya mengkonsumsi miras pada selepas Isya’ sehingga tiba waktu shalat shubuh mereka sudah tidak dalam kondisi mabuk dan teler. Proses minimalisasi juga terjadi dengan aturan tidak diperkenankannya memakai alat-alat dan wadah tertentu dalam pembuatan khomr sebab pemakaian alat dan wadah itu mampu mempercepat proses pembuatannya.

Lalu proses terakhir yakni pada surat al-Maidah ayat 90 yang artinya:

Hai-orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khomr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. al-Maidah: 90)

INTERPRETASI SEBUAH DOA TERKAIT KHOSYAH

Jika kita amati dan renungi secara seksama, doa-doa yang diajarkan al-Qur'an dan hadits demikian memiliki makna tersirat yang luar biasa, seperti pada doa berikut ini:

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ (8) رَبَّنَا إِنَّكَ جَامِعُ النَّاسِ لِيَوْمٍ لَّا رَيْبَ فِيهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُخْلِفُ الْمِيعَادَ (9)

Artinya: Mereka berdoa: “ Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petujuk kepada kami, dan karuniakanlah kami rahmat dari sisi Engkau, karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi (karunia). (QS.Ali Imron:8-9)

Sebuah doa yang menginsyaratkan bahwa dengan berbekal istiqamah (konsisten) akan memunculkan istizadah (penambahan) sehingga pada akhirnya akan timbul tajammu’ (terkumpul). Meski berjalan tertatih dan bak keong seseorang pada akhirnya akan mendulang kesuksesan yang gemilang jika ia mau konsisten. Rasulullah sendiri memulai dakwahnya hanya dengan enam orang, namun beliau terus menerus berjuang tanpa letih selama 13 tahun sehingga berhasil membuat Islam menjadi satu agama yang mendunia.

Begitu juga kala kita mau merenungkan salah satu doa yang di ajarkan Rasulullah dalam satu sabdanya, yang juga memiliki makna tersirat yang amat mendalam. Yakni sebuah doa yang berbunyi:

اللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا تَحُولُ بِهِ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ، وَمِنَ الْيَقِينِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا، اللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا، وَأَبْصَارِنَا، وَقُوَّاتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا، وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا

Ya Allah, bagikan padaku sebagian rasa khosyah yang dengannya terhalang antara aku dan kemaksiatan pada-Mu, sebagian ketaatan yang dengannya mampu mengantarkanku ke surga-Mu, dan sebagian rasa yakin yang dengannya aku anggap enteng dan kecil segala musibah dan ujian dunia, panjangkan usiaku dengan (kenikmatan) pendengaran, penglihatan, dan kekuatan selama aku hidup, dan jadikan hal itu sebagai sebuah warisan dariku.

Allohummaqsimlana min khosyatika ma tahulu bihi baynana wa bayna ma’ashik, Ya Allah, bagikan padaku sebagian rasa khosyah yang dengannya terhalang antara aku dan kemaksiatan pada-Mu, mula-mula kita meminta diberikan rasa khosyah, sebab dengannya perbaikan akan berjalan mudah. Wamin tho’atika matuballighuna bihi jannatak , sebagian ketaatan yang dengannya mampu mengantarkanku menuju surga-Mu, lalu kala khosyah sudah tumbuh maka ketaatan juga akan muncul seraya mengharap ridlo Allah. Tanda seseorang mendapatkan ridlo dari Allah adalah keberhasilan masuk surga. Waminal yaqini ma tuhawwinu bihi ‘alaina mashoibaddunya, dan sebagian rasa yakin yang dengannya aku anggap enteng dan kecil segala musibah dan ujian dunia.

Disatu sisi hidup adalah ujian. Satu masalah selesai datang masalah selanjutnya, sampai ia menjumpai kotak kematian seperti yang pernah di ilustrasikan Rasul. Menerima semua itu adalah sebuah keniscayaan meskipun berat. Hanya saja jika kita sudah memiliki modal khosyah dan ketaatan, ditambah keyakinan bahwa semua itu kehendak Allah, semua akan terasa ringan. Yakin bahwa semua itu dari Allah seraya meminta keringanan menghadapinya. Sebab jika saja dunia dan seisinya memiliki nilai disisi Allah, Allah pasti tidak akan sudi memberikan seteguk airpun kepada orang kafir, nyatanya semuanya dicukupi meski orang kafir. Kita yang biasanya tidak pernah diuji selalu saja dicukupi oleh-Nya, maka jika pada suatu saat kita mendapatkan ujian dari Allah saja berarti bisa jadi akan ada kejutan pemberian yang besar dan lebih baik dari Allah, namun syarat pokok hal itu adalah sabar. Semua memang tidak sesederhana yang dipikirkan, butuh proses yang panjang dan latihan yang banyak untuk menjadi pribadi muslim yang penyabar.

Semua musibah yang menghampiri kita pada dasarnya semuanya telah tertulis, semuanya telah diketahui oleh Allah, sebab begitu Maha luasnya ilmu yang dimiliki Allah. Dialah Allah yang menjadi Tuhan dan kekasih kita, maka menerima dan bertawakkal adalah solusi yang tepat kala ujian datang menghampiri kita. Namun, kala kita mendapatkan musibah sikap yang lebih baik yang perlu kita lakukan adalah intropeksi diri. Kesalahan apa yang telah kita lakukan yang akhirnya membuat Allah menurunkan musibah. Jangan terlalu pede mengklaim diri akan mendapatkan kenaikan derajat. Bisa jadi ujian datang sebab salah ucap yang pernah kita lakukan. Dulu ada seorang yang kaya raya, ditanya kenapa tidak pernah berdoa, ia menjawab: “Kenapa juga berdoa orang saya sudah kaya?”. Setelah itu akhirnya satu demi satu ujian datang sampai akhirnya kekayaan yang ia miliki habis bahkan ia sampai menjadi seorang pengemis. Seorang anak yang cerdas namun ia tidak pernah belajar, kala ditanya alasan kenapa ia tidak belajar, ia menjawab “Kenapa juga belajar ?, orang cuma seperti ini saja!”, akhirnya ia gagal. Cerita tentang Qarun juga semestinya menjadi pelajaran besar bagi kita bahwa hanya sebab ucapannya, "semua ini adalah sebab ilmu yang aku miliki", akhirnya Allah ta'ala melenyapkannya beserta seluruh kekayaan yang ia miliki.

Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahanmu). (QS. Assyuro: 30)

Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: “ Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya. Katakanlah: “ Maka kenapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?”...( QS. al Maidah: 18).

Ganti yang lebih baik dari Allah dialami oleh Nabi-nabi kala diuji datang secara langsung, Nabi Ibrahim yang selamat dari api, Nabi Isma'il yang akan disembelih diganti domba, Nabi Musa yang akhirnya selamat dengan cara terbelahnya lautan, Rasulullah yang akan menjadi target pembunuhan keluar dengan tenang dari rumah namun justru si pembunuh tak mampu melihat beliau. Hanya saja bagi kita semestinya bermodalkan sabar yang besar. Semua ada masanya, entah itu ujian ataupun nikmat pada akhirnya akan habis juga. Maka bersabar sampai Allah memberikan kejutan yang besar pada kita adalah sikap yang semestinya kita ikhtiarkan. Meski barangkali untuk itu kita harus menunggu sampai 20 tahun, bisa jadi setelah itu kita tinggal meraih derajat yang tinggi di sisi Allah.

Memproses kepasrahan sangat tepat kala dimulai dari pembiasaan dzikir lisan. Hasbanah, masyaAllah laquwwata illa billah, dan kalimat dzikir lain semestinya kita istiqamahkan. Karena semua itu akan memunculkan pengaruh yang positif terhadap perbaikan sikap kita.

Akhirnya kalau kita sudah memiliki rasa khosyah, ketaatan, dan keyakinan, kita akan merasa nyaman, wa matthi’na bi asma’ina wa abshorina wa quwwatina ma ahyaytana waj’alhul waritsa minna. berilah aku kenikmatan pendengaran, penglihatan, dan kekuatan selama aku hidup, dan jadikan hal itu sebagai sebuah warisan dariku.

Doa ini jika dihayati dengan sebenarnya dan mengamalkannya dalam ranah nyata, hidup kita insyaAllah akan mendulang kesuksesan yang besar.

Wallahu yatawallal jami'a biri'ayatih

Taklim Abi
Shohih Muslim, 1 Februari 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar