Minggu, 10 April 2016

BERDOALAH, ALLAH AKAN KABULKAN

عن علي رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم " الدعاء سلاح المؤمن وعماد الدين ونور السموات والأرض".
Rasulullah bersabda: “Doa adalah senjata seorang mukmin, pilar agama, dan cahaya langit dan bumi.”
========================================

Dalam Surat al-Mukmin ayat 60, Allah ta’ala berfirman:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

"Dan Rabb-mu berfirman: 'Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku, akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina'." – (QS.40:60)

Semua ayat dalam al-Qur’an adalah firman Allah, namun dalam ayat diatas justru Allah berfirman dengan bahasa : “Waqola robbukum”, Dan Tuhanmu berfirman. Sebuah isyarat bahwa dalam doa ada hal yang perlu dipahami secara detail. Dan jika kita lihat, bahasa “Ud’uni” adalah sebuah bahasa perintah. Sementara "Astajib lakum" berarti Allah sendiri yang berjanji akan mengabulkan. Maka seseorang tak perlu risau dan galau, semua doa pasti akan diterima. Tentu saja dengan syarat, adab, dan ketentuan yang berlaku.

Diantaranya syarat dan ketentuan dalam berdoa, adalah:

- Seseorang yang berdoa harus memiliki pendirian yang teguh dan kesemangatan yang menggebu ( Nafsun Fa’alah). Bagaimana ia meminta dengan kesungguhan dan keseriusan. Jangan sampai mengekspresikan kemalasan, apalagi sampai mengantuk.

-Doa yang dipanjatkan harus merupakan doa yang disukai oleh Allah. Allah tidak suka dengan doa yang kontennya sebuah pemutusan kekerabatan, atau berupa dosa. Seperti berdoa agar dijadikan seorang artis terkenal.

-Seseorang yang berdoa harus menjaga diri dari mengkonsumsi makanan dan minuman yang haram, juga memakai pakaian dan barang yang haram.
Seseorang yang berdoa harus menjaga diri dari menzhalimi orang lain, seperti mencuri, korupsi, dll.

-Seseorang yang berdoa harus menghindari diri dari melakukan dosa. Mempergunakan waktu dengan aktivitas yang berfaedah. Berusaha selalu sambung kepada Allah.

-Lebih dianjurkan berdoa dengan menggunakan asmaul husna, seperti mendoakan orang sakit dengan “as’alullahal azhim Robbal arsyil azhim ayyasyfiyah”. Pada waktu perang badar, perang yang menjadi embrio kekuatan Islam. Rasulillah shallallahu alaihi wasallam meminta kepada Allah dengan memanjatkan doa: “Ya hayyu ya Qoyyum birohmatika astaghits”. Rasul membacanya dengan berulang-ulang begitu lama. Sampai Sayyidina Ali kembali dari perang, Rasulillah masih terus membacanya. Sehingga doa ini amat pas dipakai ketika dalam kondisi sulit.

-Berdoa dengan berulang-ulang. Rutin dalam memanjatkannya. Seperti membaca al-Fatihah.

-Berdoa tidak menunggu kondisi susah, akan tetapi juga dalam kondisi gembira dan lapang.

-Berdoa tidak menunggu butuh, akan tetapi bisa sebelum butuh. Seperti seseorang yang belum hendak menikah, ia sudah merutinkan membaca doa: “Robbana hablana min azwajina wadzurriyyatina qurrota a’yun waj ‘alna lilmuttaqina imamah”.

Allah ta'ala berfirman:

قُلْ مَا يَعْبَأُ بِكُمْ رَبِّي لَوْلا دُعَاؤُكُمْ فَقَدْ كَذَّبْتُمْ فَسَوْفَ يَكُونُ لِزَامًا

"Katakanlah (kepada orang-orang musyrik): 'Rabb-ku tidak mengindahkan kalian, melainkan kalau ada doa kalian. (Tetapi bagaimana kalian berdoa kepada-Nya), padahal kalian sungguh telah mendustakan-Nya, karena itu kelak (azab) pasti (menimpa kalian)'." – (QS.25:77)

Dalam ayat ini, ada yang memaknai “dua’ukum” dengan makna “doa kalian” (du’aukum). Sehingga memiliki makna bahwa seseorang akan dipedulikan dan diindahkan oleh Allah dengan doanya. Meski memang ada pula yang memaknai dengan makna yang lain, yakni: “ibadah kalian” (ibadatukum) dan “iman kalian” (imanukum).

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran (al-Baqarah 2:186).

Pada ayat diatas, redaksi “Falyastajibuli” memiliki makna bahwa doa mengandung aturan yang harus dipenuhi jika doa kita ingin diterima. Yakni dikala berdoa kita harus mengekspresikan rasa butuh, merendahkan diri. (iftiqor). Sebab dengan berdoa berarti kita meminta, dan dalam meminta kita semestinya memperlihatkan ketundukan, serius, fokus, mengaktifkan dzauq, dan jangan menunjukkan ekspresi kemalasan seperti tidak mengangkat tangan. Sementara ungkapan “Wal yu’minu bi” mengisyaratkan bahwa dalam berdoa kita mesti yakin bahwa doa yang kita panjatkan pasti dikabulkan, seperti yang pernah di sampaikan Rasulillah:

عن أبى هريرة قال: قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: “ادعوا الله وأنتم موقنون بالإجابة واعلموا أن الله لا يستجيب دعاء من قلب غافل لاه”،

Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Berdoalah kepada Allah, sedangkan kalian yakin akan dikabulkan doa kalian. Ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.” (Imam Ahmad)

Doa ma’tsur dari Al-Qur’an atau al-Hadits meski barangkali kita memanjatkannya dengan tanpa atau kurang fokus, tapi doa ma’tsur ibarat sebuah keramat gandul.

Senjata itu mesti dipersiapkan. Dan doa merupakan senjata. Sehingga seharusnya doa merupakan hal yang selalu membersamai usaha, dipersiapkan semaksimal mungkin. Jangan hanya mengandalkan usaha tanpa doa, tak menganggap doa sebagai suatu hal yang penting, atau menganggap doa sebuah hal yang sekedarnya saja, tapi bagaimana usaha apapun mesti dibersamai dengan doa.

Doa adalah pilar agama, sehingga jika seseorang memiliki sandaran, ia tak akan mudah stress dan galau. Doa juga cahaya langit dan bumi. Cahaya doa melesat dari bumi, menuju langit, sampai ke kursi, tembus ke arsy, bertolak ke sidratul muntaha, dan pada akhirnya sampai ke mustawa.

Ad-Dua huwal ibadah. Doa adalah barometer ibadah, sebab pada waktu berdoa seseorang mesti menampakkan rasa butuh dan ketundukan pada Allah, menampakkan bahwa manusia tak memiliki daya upaya, hanya Allah semata yang punya. Bahkan jika perlu seseorang sampai menangis, berlinang air mata. Maka Semestinya doa dijadikan sebuah barometer dalam mengerjakan setiap ibadah. Apa yang terkandung dalam doa, kita bawa dikala mengerjakan ibadah yang lain. Kita tampakkan rasa butuh dan ketundukan semacam ini dikala shalat dan wirid atau kala mengerjakan ibadah yang lain.

Doa merupakan ibadah teragung. Doa juga merupakan hakikat ibadah. Ia bisa dilakukan dimana saja bahkan dikala kita akan masuk WC. Shalat secara harfiah memang berarti doa, akan tetapi shalat memiliki ketentuan yang wajib dilaksanakan yang membuat ia tak bisa dilakukan di segala kondisi.

Ad-Dua mukhul ibadah. Doa adalah inti ibadah. Sebab dalam doa seseorang mengekspresikan rasa butuh hanya kepada Allah. Menunjukkan bahwa yang memiliki daya upaya hanya Allah. Salah satu cara mengekspresikannya adalah dengan cara mengangkat tangan. Mengangkat tangan disesuaikan dengan tempat dan kondisinya. Dikala akan shalat mengangkat kedua tangan dan membukanya tinggi-tinggi. Kala khutbah di mimbar jum’at dengan mengangkat jemari telunjuk tangan kanan. Dikala doa meminta hujan dengan mengangkat kedua tangan dengan posisi terbalik, telapak tangan ke arah bawah.

Dalam pengkabulan doa, Allah menerapkan berbagai model. Ada yang langsung di berikan kala di dunia. Ada yang diakhirkan di akhirat. Ada pula diganti dalam bentuk pengampunan dosa. Semua doa pasti dikabulkan hanya saja tak boleh tergesa untuk segera diberikan, dan tak boleh berupa pemutusan kekerabatan. Nabi Musa saja harus menunggu hingga 80 tahun baru selepas itu doanya dikabulkan.

Semoga bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar