Senin, 18 April 2016

JADILAH MANUSIA YANG CERDAS

عن شداد بن أوس عن النبي صلى الله عليه وسلم قال الكيس من دان نفسه وعمل لما بعد الموت والعاجز من أتبع نفسه هواها وتمنى على الله الأماني

Dari Syaddad bin Aus rodliyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam beliau bersabda:

"Orang yang cerdas adalah orang yang bisa mengintropeksi diri dan beramal untuk bekal setelah meninggal. Orang yang lemah adalah orang yang senantiasa menuruti hawa nafsunya banyak mengkhayalkan angan-angan atas Allah"

Al-Kayyis secara etimologi memiliki beberapa arti:

-Seorang yang berakal (al-Aqil)
-Tidak gegabah, berhati-hati dalam segala urusan (husnutta’anny fil umur)

Seorang yang kayyis adalah seorang yang pemahamannya bisa dipercaya dan sosok yang keberadaannya memberikan manfaat. Ia adalah seorang yang memiliki kecerdasan dan dukungan sekian karakter lain yang menyempurnakan dirinya. Katakanlah ia seorang yang cerdas dan sabar, maka hanya cerdas dalam sisi otak belaka tapi pemarah bukan yang dimaksud oleh istilah ini.

Dalam hal ini, Rasulullah juga memiliki definisi lain untuk merepresentasikan apa itu kayyis. Seperti yang terungkap dalam hadits diatas. Bahwa menurut Rasul, orang yang cerdas adalah orang yang "dana nafsahu". Ungkapan ini memiliki sekian arti, seperti yang dipaparkan dibawah ini :

1. Kegigihan dalam melakukan ketaatan (Da-aba nafsahu alattho’ah)

Hal ini tidak semudah itu bisa dilakukan, kecuali melalui proses yang kita usahakan. Proses yang tak sebentar dan terus berkesinambungan. Sehingga hal ini pada akhirnya terbentuk menjadi sebuah kebiasaan.

Ketaatan bisa kita proses dengan senantiasa berdzikir, dimulai melalui dzikir lisan. Dengan pengulangan, agar terwujud kekokohan, sehingga timbul cahaya. Wirid dan doa seharusnya terus konsisten dibaca tidak perlu gonta-ganti. Ibarat menggali sumur, maka perlu terus menerus, tidak pindah-pindah tempat sehingga pada akhirnya bisa mengeluarkan air.

2. Intropeksi diri (Haasaba Nafsahu)

Dulu ada seorang sholeh melakukan muhasabah sampai mencatat seluruh apa yang dikatakan dan dilakukan disepanjang hari. Jika itu kesalahan maka ia segera minta ampun dan bertaubat. Jika harus disyukuri maka ia akan bersyukur. Ia tidak akan bisa tidur sebelum muhasabah ini ia lakukan.

Seorang shaleh bahkan mengevaluasi bukan hanya dalam masalah perkataan dan perbuatan, akan tetapi sampai pada lintasan-lintasan hati. Abuya sendiri melakukan muhasabah tiap hari, tiap pagi Abuya akan memikirkan apa yang dibutuhkan dan akan dilakukan pada hari itu.

Mbah Ma’shum Lasem memiliki sabuk besar, dikala ada orang bertamu ingin memberi uang. Mbah Ma’shum akan bertanya terlebih dahulu: " Ini untuk yang kanan apa yang kiri?, yang kanan untuk saya, yang kiri untuk pondok."

3. Menghinakan nafsu (adzallaha), membuatnya sebagai budak (ista’badaha), dan mengalahkannya (qoharoha).

Seorang diciptakan dengan berbekal nafsu ammaroh bissu', nafsu yang selalu memerintah untuk melakukan kejelekan dan larangan agama. Akan tetapi jika kita terus mengawal nafsu ammaroh itu sampai terjadi kesesuaian antara perkataan dan perbuatan, ia akan menjadi nafsu lawwamah. (Nafsu yang sudah bisa dikendalikan, akan tetapi pada suatu saat ia juga terjerambab dalam melakukan kejelekan dan dosa). Kemudian jika ini berlangsung terus menerus, nafsu pada akhirnya akan menjadi muthmainnah. Nafsu yang tenang dalam melakukan ketaatan.

Cara menundukkan nafsu sehingga bisa menjadi nafsu lawwamah adalah dengan senantiasa membesarkan rasa takut kepada Allah, memahami bahwa Allah adalah Dzat yang memiliki sifat kebesaran (jalal) seperti Maha Memaksa, Maha menyiksa, Amat pedih siksanya, dll.

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ 40
فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَىٰ 41

Artinya :"Dan adapun orang yang takut dihadapan kebesaran Tuhannya dan menahan jiwanya dari keinginan yang rendah (hawa nafsu), maka sesungguhnya taman (sorga) tempat kediamannya".(S.An-Nazi'at, ayat 40-41)

Dan kemudian mengingat firman Allah:

(27). يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ
Hai jiwa yang tenang.
(28). ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.
(29). فَادْخُلِي فِي عِبَادِي
Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku,
(30). وَادْخُلِي جَنَّتِي
dan masuklah ke dalam surga-Ku.

4. As-Syariah. Seseorang hidup mesti terikat dengan syariat, sehingga sampai disebut sebagai mukallaf. Syariat ibarat sebuah pondasi yang demikian penting dalam sebuah bangunan. Meski memang setelah bangunan berdiri, orang-orang lebih suka berbicara tentang tampilan fisiknya.Seorang yang cerdas dalam setiap gerak-geriknya akan selalu merasa terikat dengan syariat Allah, sehingga membuatnya berhati-hati dalam bersikap.

Ya, term "dana nafsahu" memiliki sekian makna yang cukup ketat. Sehingga orang cerdas yang sebenarnya seharusnya memenuhi sekian dari definisi "dana nafsahu" seperti diatas. Bukan sekedar seorang yang bergelar doktor atau profesor belaka.

Selain itu, orang yang cerdas juga sosok yang senantiasa beramal untuk kepentingan selepas mati. Sebab seseorang siapapun itu pasti pada akhirnya akan mati. Jika ini disadari sepenuhnya, maka orang yang cerdas semestinya menyiapkannya sedemikian rupa. Sebab kehidupan ini akan berakhir hanya di salah satu dari dua tempat, jika tidak di surga berarti di neraka. Tidak ada opsi yang ketiga.

Akan tetapi pada umumnya orang lalai dan lupa tentang hal ini, sehingga ia baru tersadar dikala kematian menjemputnya. An-Nas niyam waidza matu intabahu, manusia sedang terlelap dan dikala ia mati, ia baru bangun tersadar.
Seseorang akan mati, disana ia akan melewati sebuah kehidupan yang amat berbeda. Debu disana menjadi tempat tidurnya, ulat menjadi temannya, kuburan menjadi kediamannya, perut bumi menjadi tempat menetapnya, kiamat menjadi tempat kembalinya. Seseorang yang cerdas seharusnya memikirkan hal ini, menyiapkannya semaksimal mungkin, tidak menjuruskan perhatian kecuali dalam hal ini. Bagaimana berusaha menjadikan surga sebagai tempat kembali.

Jangan pernah menganggap kematian masih lama hadir. Kematian adalah sebuah hal yang pasti terjadi, maka ia adalah hal yang begitu dekat. Karena yang disebut lama hanyalah hal yang tidak akan pernah datang.

Hati sebenarnya amat dekat sekali dengan Allah. Akan tetapi hati akan jauh dari Allah jika didalamnya terdapat hijab hati. Hijab hati yang dimiliki seorang mukmin adalah mencintai dunia dan takut mati. Seseorang yang mengidap penyakit ini telah terserang virus yang bernama wahn. Sehingga banyak dijumpai orang yang berani menjual agama hanya demi kesenangan dunia.

Dan seorang yang bodoh, al Safih, -Akan tetapi Rasulillah menggunakan bahasa santun yakni al-Ajiz (orang yang lemah)- .Mereka adalah orang yang demikian gegabah dalam segala urusan, hobi memperturuti nafsunya, tak menganggap dosa sebagai sebuah dosa, tak mau mempersiapkan dirinya untuk menghadapi kematian, tak mau bertaubat, akan tetapi ia masih menganggap bahwa Allah itu Maha pengampun. Mereka masih berkhayal masuk surga. Mereka hanya mengandalkan Syahadat untuk meraih surga. Ya barangkali mereka akan dimasukkan surga. Akan tetapi selepas dibersihkan dulu di neraka. Surga tidak gratis saudara, dan dunia bukan gurauan belaka.

Seorang siapapun itu senantiasa melakukan peperangan dalam dirinya. Peperangan antara tiga kubu: kubu agama, kubu hawa nafsu, kubu akal pikiran. Kadang kubu nafsu berkolaborasi dengan akal, kadang berkolaborasi dengan watak buruk. Ketika kubu agama kalah setan akan menelusup masuk, menguatkan serangan yang dilancarkan nafsu dan watak buruk. Ya, Peperangan ini kadang dimenangkan oleh kubu agama, kadang dimenangkan oleh hawa nafsu.

Akhir catatan, semoga kita dimudahkan menjadi orang yang cerdas, cerdas menurut pandangan Rasul, tidak cerdas dari sisi akal saja. amin

Semoga bermanfaat.
Allahumma amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar