Minggu, 03 April 2016

SUSU, SEBUAH ISYARAT FITRAH

Suatu saat Abu bakar bercerita: “Dikala kami keluar bersama Rasulillah dari Makkah ke Madinah, kami melewati seorang penggembala, sementara Rasulillah dalam kondisi kehausan. Lantas aku perahkan sedikit susu untuk beliau, aku mendatangi beliau dengan membawa susu itu. Beliau meminumnya sampai aku lega.

Dalam hadits ini, ada sekian kemungkinan yang terjadi, bisa jadi si penggembala kambing adalah kafir harby, kafir yang legal untuk diperangi yang harta bendanya boleh untuk dikuasai (al istila’ ala malih), sehingga tak masalah jika Sayyiduna Abu Bakar langsung begitu saja memerah susu kambing itu tanpa meminta izin terlebih dahulu. Bisa jadi seorang penggembala itu adalah seorang penunjuk jalan ke Madinah sehingga diperbolehkan untuk mengambil susunya. Atau barangkali sudah merupakan kebiasaan bahwa kala ada orang lewat diperbolehkan bagi mereka untuk memerah dan meminum susu penggembala kambing. Atau barangkali karena sebab darurat.

Ada banyak ragam kafir. Dan istilah kafir harby, yakni kafir yang legal untuk diperangi berlaku hanya ketika saat-saat berperang. Kita tidak boleh semena-mena menuduh seseorang sebagai kafir harby, kemudian merampas harta bendanya.

Seseorang yang menemani, atau khodim harus cerdas, harus peka dalam keadaan yang terjadi. Tidak melulu mesti disuruh terlebih dahulu baru mengerjakan. Tapi mesti tanggap dengan apa yang semestinya dia lakukan. Sayiduna Abu Bakar dalam hal ini tanpa disuruh terlebih dahulu, ia langsung tanggap dan mengerti bahwa Rasulillah dalam keadaan kehausan. Sehingga ia berusaha mencari sesuatu untuk menghilangkannya.

Mengenai masalah susu, disamping memang susu halal secara hukum, namun disisi lain susu mengandung isyarat kesucian dan fitrah. Bahwa orang Islam hidup mesti dilingkupi dengan kesucian.

Dahulu, dikala Rasulillah sedang Mi’roj, beliau di suguhi susu dan khomr, ternyata Rasulillah lebih memilih meminum susu. Sehingga Malaikat Jibril berkata: “Segala puji bagi Allah yang menunjukkanmu kepada kesucian, jika saja kau pilih khomr, maka ummatmu akan tersesat dan terperangkap kedalam keburukan.”

Agama Islam tak akan seperti yang dialami oleh Bani Israil. Mereka berani merubah prinsip pokok dan mendasar dalam beragama. Kita akan terus menemukan didalam Islam thoifah-thoifah yang konsisten menegakkan hak dan membela agama Islam. Meski memang pergeseran nilai senantiasa terjadi dan merupakan sebuah hal yang tak bisa dihindari.

" لا تزال طائفة من أمتي ظاهرين على الحق لا يضرهم من خذلهم حتى يأتي أمر الله وهم كذلك " رواه مسلم ( 1920 )

“Ada sekelompok dari umatku, mereka tetap berada pada kebenaran, mereka tidak akan terpengaruh oleh orang yang menghinanya, sampai datang keputusan Allah, dan mereka pun dalam kondisi seperti itu”. (HR. Muslim 1920 )

Semoga kita termasuk thoifah yang selalu konsisten dalam kebenaran, tak terpengaruh hanya sebab godaan dunia yang amat sedikit ini. Amin ya Robbal alamin.

Semoga bermanfaat
Senin, 4 April 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar