Minggu, 24 April 2016

Dahsyatnya Arus Fitnah Akhir Zaman

عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: ((بادروا بالأعمال فتناً كقطع الليل المظلم, يصبح الرجل مؤمناً ويمسي كافراً, أو يمسي مؤمناً ويصبح كافراً, يبيع دينه بعرض من الدنيا))

Di riwayatkan dari Abu Hurairah radliyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
"Bergegaslah beramal shaleh, (sebab) akan terjadi fitnah-fitnah layaknya penggalan-penggalan malam gelap gulita. Pada waktu pagi seseorang masih beriman, sore harinya ia telah menjadi kafir. Atau pada waktu sore seseorang masih beriman, pagi harinya ia telah menjadi kafir. (Itu sebab) ia menjual agamanya dengan harta benda dunia ( yang bernilai rendah).

Gambaran yang jelas tentang ujian di ibaratkan sebagai penggalan malam yang gelap gulita. Sedemikian pekatnya gelap sampai antara sebuah hal yang baik (sholah) dan jelek (fasad) tak bisa lagi di bedakan, hal itu terjadi merata dimana-mana dan berlangsung secara terus menerus.

Fitnah yang terjadi itu menyebabkan sebuah perubahan yang dahsyat dan cepat dalam sebuah zaman. Seseorang tak mampu menahan laju arus fitnah yang demikian deras dan dahsyat itu, sampai mereka terseret arus dan tak lagi bisa menguasai diri.

Jangankan seorang muslim biasa, bahkan seorang muslim yang memiliki keimanan sempurna saja bisa jadi juga terseret arus fitnah yang merongrong itu. Pada akhirnya seorang mukmin yang terseret arus itu memiliki sekian kemungkinan, bisa jadi ia berubah drastis sampai menjadi benar-benar kafir, atau ia tetap sebagai seorang mukmin akan tetapi ia enggan bersyukur dengan sekian kenikmatan yang dianugerahkan Allah, atau barangkali seorang mukmin itu menjadi mirip sekali dengan orang kafir, atau mungkin seorang mukmin -sebab arus fitnah itu- ia sampai melakukan amal yang sama seperti apa yang dilakukan oleh orang kafir.

Kita bisa membaca keadaan, bahwa sekarang kaum muslimin dimana-mana tak lagi bangga dengan keislaman yang mereka sandang. Mereka berani menjual agama demi mendapatkan bagian dari dunia. Seorang muslim sudah tak bisa lagi diukur perbuatannya, mereka melakukan perbuatan yang baik dan sekaligus perbuatan jelek, mereka seolah melakukan sunnah akan tetapi juga sekaligus melakukan bidah. Benar kini, semangkuk bubur telah tercampur dengan kotoran yang menjijikan.

Dimana-mana kita melihat seorang muslim melakukan sebuah kejahatan akan tetapi mereka tak menganggapnya lagi sebagai sebuah kejahatan, sehingga mereka enggan melakukan taubat dan istighfar. Kolaborasi perang yang dilancarkan oleh watak dan nafsu kini acap kali berhasil memukul mundur pertahanan agama. Di dukung lagi oleh hadirnya setan selepas itu, sempurnalah ia dalam jeratan setan, watak, dan nafsu. Bahkan lebih dari itu, seorang mukmin kini sudah tak lagi peduli dengan Allah, mereka seringkali meremehkan dan mengabaikan-Nya. Padahal jika kita lihat secara kuantitas, kaum muslimin kian hari semakin banyak. Akan tetapi mereka bagai buih di lautan. Rasulullah bersabda :

:” يوشك الأمم أن تداعى عليكم كما تداعى الأكلة إلى قصعتها، فقال قائل: ومن قلة نحن يومئذٍ ؟ قال: بل أنتم يومئذٍ كثير، ولكنكم غثاء كغثاء السيل، ولينزعن الله من صدور عدوكم المهابة منكم، وليقذفن في قلوبكم الوهن، فقال: يا رسول الله وما الوهن ؟ قال: حب الدنيا وكراهية الموت

“Hampir saja umat-umat (selain Islam) berkumpul (bersekongkol) menghadapi kalian sebagaimana berkumpulnya orang-orang yang makan menghadapi bejana makanannya”. Lalu seseorang bertanya,”Apakah kami pada waktu itu sedikit ?”. Beliau menjawab,”Tidak, bahkan kalian pada saat itu banyak. Akan tetapi kalian seperti buih, yaitu buih banjir. (Pada waktu itu) Allah akan menghilangkan dari diri musuh-musuh kalian rasa takut terhadap kalian dan menimpakan ke dalam hati-hati kalian al-wahn (kelemahan)”. Orang tadi bertanya lagi,”Wahai rasulullah, apakah al-wahn itu ?”. Beliau menjawab,”Cinta dunia dan takut mati”.

Agama semestinya di dakwahkan, di sampaikan kepada ummat. Akan tetapi kini yang terjadi dimana-mana justru kejahatan yang berkedok agama. Orang-orang seolah semangat dalam membangun yayasan, pesantren, panti asuhan, atau lembaga 'agamis' yang lain tapi ternyata semua itu hanya di latarbelakangi spirit duniawi. Sarana-sarana itu ternyata hanya sebuah cara supaya mereka mudah mengumpulkan uang, media yang pas untuk mendapatkan status sosial, sebuah hal yang progresif untuk mendulang banyaknya pengikut dan kekuasaan. Kita lihat dimana-mana seorang penceramah tak tahu malu memasang tarif di setiap ceramah, sampai ketika amplop yang diberikan panitia keliru dengan nota pasir, ia tak merasa malu dan sungkan untuk menyampaikan hal itu kepada panitia.

Seseorang sudah tak lagi menganggap penting mengaji, persetan dengan duit halal, tak acuh untuk mencari karib karena Allah. Yang ada dalam pikirannya hanya bagaimana menghasilkan duit yang melimpah. Dunia menjadi hal yang diperebutkan oleh siapa saja dimana-mana, padahal dunia adalah sebuah hal yang dijauhkan dari Rahmat Allah. Rasulullah menyampaikan:

الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ , مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلا عَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ , وَذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالاهُ

“Dunia itu terlaknat, dan terlaknat juga apa-apa yang ada di dalamnya kecuali orang-orang yang berilmu atau orang yang belajar, dan Dzikrullah juga yang semisalnya.”

Kini semua hal diperjual-belikan, seorang yang sebenarnya kalah bisa tiba-tiba menang hanya dengan menyerahkan sejumlah uang. Calon mahasiswa yang tak masuk seleksi bisa dengan mudah di terima dengan membayar sekian uang.

Kaum muslimin tak mengenal lagi syariah yang mesti dijalankan. Pejabat-pejabat senantiasa berbuat zhalim, menghalalkan pertumpahan darah, mengambil harta rakyat dengan batil, tapi anehnya apa yang mereka lakukan masih mendapatkan dukungan dari sekian ulama suu'. Kebencian terjadi dimana-mana hanya sebab perkara kecil, sebab fanatisme kesukuan, fanatisme golongan, dan lain sebagainya.

Seorang Kyai kini sampai berani mendukung dengan sebegitu semangat pencalonan presiden seorang Cina kafir. Dengan jargon yang ia gembar-gemborkan bahwa, "Lebih baik dipimpin kafir tapi jujur, dari pada muslim tetapi koruptor." Bahkan ia tak lagi malu menemani si Cina kafir itu memasuki pesantren-pesantren sementara si Cina berpenampilan layaknya Kyai, dengan memakai peci, surban, dan busana muslim. Kedatangannya disambut dengan rebana, tidak hanya itu bahkan para santri berebut menciumi tangannya.

Maka meskipun seorang Kyai، jangan pernah kita ikuti jika ia bersikap semacam ini. Bukankah seorang Syeikh Abdul Qadir al Jailany sempat di datangi setan yang menjelma lantas menghalalkan baginya perbuatan haram. Dan selepas kedoknya diketahui oleh Sang Syeikh, setan dengan terang-terangan menyatakan bahwa ia telah berhasil menggelincirkan sekian orang alim sebab tipu daya yang ia lancarkan.

Lalu apa solusi untuk menghadapi arus fitnah yang begitu dahsyat ini? Tak lain adalah dengan bergegas (mubadarah) dalam melakukan amal shaleh. Seperti yang di sabdakan Nabi di atas.

Sekian ragam amal-amal shaleh mesti kita usahakan, terutama amal shaleh yang berupa shalat. Bagaimana kita memperbaiki shalat kita, dengan menegakkannya (iqamatusshalat), konsisten menjalankannya (mudawamah alasshalat), dan menjaganya (muhafazhah alasshalat), berusaha menjalankannya dengan berjamaah, sehingga seseorang kala shalatnya telah baik dan berkualitas, ia takkan lagi mau untuk mengikuti rayuan syahwat. Tapi jika kita masih sering menyia-nyiakan shalat, maka kita akan kerap memperturuti syahwat.

(59). ۞ فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ ۖفَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا

Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.

Didalam shalat kita mengulang-ulang membaca surat al-Fatihah, sementara di dalam surat al-Fatihah ada sebuah doa yang selalu kita panjatkan, " Ihdinasshirathalmustaqim, Ya Allah tunjukkan kami jalan yang lurus", sehingga dengan pengulangan terus-menerus akan berpendar cahaya.

Beramal shaleh merupakan sebuah hal yang demikian berat, maka betapa begitu berat mengusahakan mubadarah (bergegas) dalam amal shaleh. Sehingga perlu pendukung lain, yakni kecintaan kita untuk berkumpul dengan orang shaleh. Sebab dengan berkumpul dengan mereka kita akan menemukan sebuah metode yang mudah dan ringan untuk terlepas dari jeratan arus fitnah yang merongrong kehidupan ini.

Akhir catatan, seorang muslim siapapun takkan pernah ada dalam zona aman dari arus fitnah yang begitu dahsyat ini. Maka beruntunglah bagi mereka yang masih di beri Rahmat oleh Allah untuk menghalaunya. Semoga kita menjadi manusia yang senantiasa mendapat Rahmat Allah sehingga bisa selamat dari fitnah-fitnah yang datang. Aamiin.

Semoga bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar