Selasa, 05 April 2016

OLOK-OLOK KECEMOK

Baginda Nabi shallallahu alaihi wasallam menyampaikan bahwa, “Sesiapa yang menghina saudaranya sebab sebuah dosa, ia takkan mati sampai melakukan dosa yang sama.” Dalam redaksi Ahmad bin Mani’: “sebab sebuah dosa yang telah ditaubati”.

Hadits diatas masih mengenai betapa kita harus hati-hati dalam berbicara. Seseorang yang diam akan selamat.

Setiap orang tiada yang sempurna, sebaik-baiknya orang mesti memiliki aib, kesalahan dan kekurangan. Dan sebaliknya sejelek-jeleknya orang mesti memiliki kebaikan, dan kelebihan. Sehingga seharusnya seorang muslim lebih mengedepankan husnuzzhon, dan positif thinking. Seharusnya kita senantiasa mengoreksi diri sendiri, mengintropeksi kesalahan dan aib diri sendiri. Tidak perlu mengumbar dosa dan kesalahan orang lain, mengoreksi dan mengintropeksi pihak lain. Bisa jadi pada suatu saat kita akan diuji dengan kesalahan yang sama. Apalagi jika yang dihina sudah lepas dari dosa dan khilaf yang pernah ia lakukan dengan mentaubatinya. Dalam pepatah jawa dikatakan: “Olok-olok kecemok”.

احذر لسانك أن يقول فتبتلى إن البلاء موكل بالمنطق

Jaga lidahmu untuk berujar dari petaka
Sebab petaka itu bergantung pada ucapan

Kenapa hal ini terlarang?. Sebab disana tersimpan perasaan bangga diri (I’jab binnafsi), sok suci, merasa lebih baik dari temannya. Namun jika dalam memaparkan kefasikan dan dosa seseorang, kita berupaya supaya orang lain tidak terjebak dan menjadi korban dalam keburukan yang ia lakukan, atau untuk menyelamatkan orang lain dari perilaku jahatnya. Maka hal ini tidak berdosa, juga tidak tergolong dalam ghibah yang terlarang.

Seorang murid yang cerdas luar biasa, selalu lulus dalam setiap ujian. Namun pada suatu saat ia mengungkapkan sebuah pernyataan negatif, “Alah Cuma ujian aja!”. Ternyata dikala ia menjalani ujian tiba-tiba ia kehilangan apa yang ia kuasai, seolah pikirannya blank, ia tidak bisa berfikir.

Seorang anggota Hawary Nabi Musa pernah bertemu dengan pendosa sehingga terlintas didalam hati sebuah ungkapan merendahkan. Malaikat Jibril turun untuk memberitakan kepada Nabi Musa: “ Si fulan itu pecat saja, ia tidak pantas jadi hawary!.”

Dalam hidup kadang kita temukan tipe orang yang tak tahu terimakasih, abai begitu saja dengan kebaikan dan jasa yang pernah kita lakukan, atau bahkan kebaikan itu justru dibalas dengan sebuh hal yang menyakitkan, yang dalam istilah jawa hal semacam ini dikenal dengan term “Di tulung mentung”, maka kita mesti berusaha untuk tiada mengumbar aib dan cela yang ia derita, juga tiada perlu melancarkan minnah, yakni mengungkit kebaikan yang pernah kita tanamkan itu. Sebab kita sudah demikian banyak mengorbankan waktu, tenaga dan apa saja dalam melakukannya, jika terselip minnah dalam hati kita maka semua amal itu akan hangus sia sia. Cukup balasan dari Allah yang menjadi harapan dan idaman kita, tiada perlu sama sekali kita mengharap balasan kebaikan yang kita lakukan dari manusia. Rasulullah berpesan, “A’thi man haromaka, beri seseorang yang tak mau memberimu!.”

Abuya meski memiliki tempramen tinggi namun ia memiliki hati yang demikian lapang. Ada murid yang tak mengerti berterimakasih, air susu dibalas dengan air tuba. Saking begitu keterlaluannya tak jarang sampai para murid yang lain tega mengatakannya dengan kalimat “fulan celeng!”. Di kala Abuya berkunjung ke Singapura, tak dinyana murid itu datang, namun justru Abuya menyambutnya: “ Ahlan wasahlan, gimana kabarnya?”.

من جاءنا فمرحبا به ومن صد عنا يكفينا صدوده
Sesiapa yang mendatangiku maka marhaban selamat datang dan sesiapa yang menentangku, cukup bagiku pertentangannya

Inilah tasawuf yang demikian tinggi. “Laisa at-Tasawwuf fisshuthur, innama at-Tasawwuf fisshudur. Tasawuf letaknya bukan di buku, melainkan dihati!”.

Bahwa hidup itu adalah ladang ujian. Seseorang akan mendapatkan ujian dari berbagai arah. Ada yang di uji dengan hadirnya seorang istri, yang lain diuji dengan temannya, ada pula yang diuji melalui anaknya, dan lain-lain.

Jika saja kita dimusuhi seseorang, lantas orang yang kita musuhi mendapatkan musibah, kita tiada boleh untuk menampakkan kegembiraan dalam hal itu. Jangan sampai jika ada seseorang yang memusuhi kita lantas mendapatkan musibah, katakan ia tertabrak mobil, kita langsung mengadakan semacam slamatan atau tasyukuran. Siapa tahu Allah membalik semuanya sehingga akhirnya kita diuji dengan hal yang sama dan orang yang kita musuhi justru mendapatkan rahmat dari Allah.

Kalau bisa dengan orang yang memusuhi kita, kita terus berusaha berbuat baik. Abuya hidupnya seperti itu. Jika ada yang memusuhi Abuya, justru Abuya menyuruh untuk mengirimkan gula dan makanan untuk orang itu.

Akhir catatan, kita perlu mengkonsistenkan sebuah doa yang diajarkan Rasulillah ini, yakni: Allahumma inni audzubika min jahdil bala’ wa darkissyaqo’ wa su’il qodlo wa syamatatil a’da’. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari musibah yang berat, celaka yang amat dalam, dan ketentuan yang buruk, serta kegembiraan para musuh terhadap musibah yang menimpa kita.

Semoga bermanfaat
Rabu, 6 April 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar