Selasa, 30 Agustus 2016

Dua Dosa Yang Siksanya di Awalkan di Dunia Sebelum di Akhirat

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Tiada dosa yang lebih berhak disegerakan siksaannya oleh Allah kepada pelakunya di dunia selain siksaan yang disimpan untuknya di akhirat dari pada kelaliman dan memutus silaturrahim.

Seseorang hidup telah diberi kebaikan yang amat banyak oleh Allah. Maka semestinya yang perlu ia lakukan adalah melakukan kebaikan kepada Allah dan juga kepada manusia. Wa ahsin kama ahsanallohu ilaik.

Sebuah perilaku yang amat tidak sepantasnya jika seseorang telah diberi sekian kebaikan akan tetapi ia justru berbuat lalim kepada Allah dan sesama manusia. Sehingga pada hadits di atas, Allah sampai akan menyegerakan siksaan baginya di dunia sebelum di akhirat.

Kita hidup adalah untuk saling menebar kemanfaatan dengan sesama. Bagaimana seseorang saling melengkapi kekurangan masing-masing. Liyattakhidza ba'dlukum ba'dlon sukhriyya. Bukan untuk berbuat zholim kepada mereka. Jika yang terlihat justru adalah kezholiman, maka itu adalah sebuah tanda orang itu telah melakukan kufur nikmat yang nyata kepada Allah.

Selain itu, memutus tali silaturrahim juga perilaku yang akan mengawalkan siksaan bagi pelakunya dikala masih didunia, selain dari siksaan yang disiapkan Allah untuknya kelak di akhirat. Memutus tali silaturrahim berarti tak lagi mengakui mereka sebagai kerabat.

Sementara yang dimaksud dengan kerabat secara umum adalah saudara seiman, dan secara khusus adalah melalui kekerabatan (al qorobah) dan sambungan ilmu(ar-robithoh al ilmiyyah). Sebab ilmu adalah sepotong daging layaknya sepotong daging nasab.

Kenapa sambungan ilmu juga di golongkan layaknya rohim?. Sebab kekerabatan berkaitan dengan sambungan ilmu justru lebih besar jasanya daripada kekerabatan hakiki. Sebab sambungan kerabat karena nasab hanya berkaitan jasa terhadap harta benda, sementara sambungan ilmu merupakan jasa berkaitan dengan menyelamatkan seseorang dari neraka.

Dalam dunia keilmuan, tiada istilah mantan guru. Meski seorang murid telah menjadi seorang professor katakanlah, maka memandang guru yang pernah memberinya ilmu tetap seperti dulu yakni sebagai sosok guru, jangan sampai dianggap mantan guru.

Termasuk cara menyambung hubungan dengan guru, adalah dengan mengunjunginya dan juga membacakan doa/fatihah untuk beliau. Sebab Alfatihah dibaca untuk tujuan apa saja. Alfatihah lima quriat lahu.

Santri yang belajar kepada seorang guru di sebuah pesantren hendaknya berusaha terus untuk menyambung hubungan dengan guru. Menyempatkan diri untuk datang ketika ada acara di pondoknya dulu. Jangan sampai telah mesantren sampai 10 tahun sama sekali tak pernah mengunjungi gurunya, atau dzurriyyahnya, bahkan yang lebih parah dari itu, mendoakan gurunya saja tak pernah.

Abuya begitu wafa' terhadap para gurunya. Sampai ketika gurunya sudah wafat beliau selalu berusaha menyambung hubungan dengan dzurriyyahnya. Dan bahkan beliau sampai menyusun Fawatih untuk mendoakan guru-gurunya. Tingkat kedekatan Abuya dengan para guru beliau sampai pada tingkatan beliau seringkali bertemu gurunya baik melalui mimpi atau secara langsung meskipun guru beliau itu sudah wafat.

Wallahu ta'ala a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar