Senin, 22 Agustus 2016

*Nikmati Nikmat Yang Ada, Tampakkan, dan Syukuri*

Zaman yang dialami oleh Rasulillah adalah zaman yang kebanyakan orang hidup dengan cara sederhana. Rasulullah sendiri kala tidur, beliau memakai alas tidur yang amat kasar, sehingga tak jarang beliau kulitnya merah-merah sebab alas yang kasar itu.

Suatu hari Rasulillah pernah memprediksikan bahwa kehidupan para sahabat akan berubah. Mereka dijanjikan suatu saat akan tidur di tempat tidur yang empuk. Yang pada saat itu hanya bisa dinikmati oleh raja-raja persia dan romawi.

Beliau bersabda: “Kau punya alas tidur yang empuk?
.“Mana ada alas tidur empuk?” kata Jabir.
Rasul menjawab: “Bahwa sungguh Kau akan merasakan tidur di alas yang empuk”.

Seorang sahabat Rasulillah bernama Jabir itu, yang kala didawuhi Nabi adalah sahabat yang amat berkekurangan, pada akhirnya ia menjadi orang yang berkecukupan. Sampai ia memiliki 22 buah rumah. Ia benar-benar memiliki alas tidur yang empuk. Namun sebab ia terkenang dengan kehidupan saat bersama Rasul. Ia meminta istrinya untuk menyingkirkan alas itu darinya. Tapi istrinya mengingatkan: “ Bukankan Rasulillah dulu pernah menyampaikan: ‘Bahwa kau sungguh akan merasakan tidur di atas alas yang empuk' lantas kau mau meninggalkannya?” Maka Jabirpun memakainya.

Maka zuhud bukan tentang pakaian yang tak pernah disetrika, bau badan yang menyengat, penampilan yang mengenaskan. Itu namanya taqosyuf. Akan tetapi zuhud adalah mengambil secukupnya. (Al akhdzu ala qodril kifayah). Meskipun ia kaya raya, ia mengambil seperlunya, dan selebihnya adalah untuk Allah ta'ala.

Islam amat menekankan tentang kebersihan. Rasulillah adalah figur yang amat mencintai kebersihan. Ia senantiasa membersihkan diri dan lingkungan. Berpenampilan wangi. Beliau sampai pernah bersabda: “Sesiapa yang makan bawang, jangan dekat-dekat masjid kami”. Sehingga kita mesti berusaha mencontoh beliau.

Dalam menghukumi rokok, terlepas dari ikhtilaf para ulama tentang hukumnya. Ada yang mengharamkan, memubahkan, dan memakruhkan. Akan tetapi Abuya lebih memerhatikan faktor bau mulut yang demikian menyengat dari seorang perokok. Apalagi bagi penuntut ilmu, amat tidak layak mereka yang notabene tiap hari membaca al Qur'an hadits, fiqh dan ilmu-ilmu yang lain, tetapi mulut mereka menebarkan bau busuk dari asap rokok.

Abuya al Maliki, dikala melihat santrinya yang berpenampilan “kompros” baju tidak disetrika, Abuya langsung memanggil, “Kesini!”, Tak banyak bicara beliau langsung menyobek baju santri itu lantas berkata, “Kamu Fakir!?, Semoga Allah mengfakirkanmu!”.

Dalam sebuah hadits disebutkan:
ان الله يحب ان يرى اثر نعمته على عبده
Sesungguhnya Allah senang diperlihatkan atsar nikmat-Nya atas hamba-Nya.

Kalau kita diberi nikmat kita perlu menyukurinya dengan cara menampakkan bekas nikmat yang diberikan-Nya. Jika kita banyak uang tak perlu kemudian kita kikir kepada diri sendiri. Banyak harta akan tetapi bajunya cuma dua. Dalam hal ini, Abuya adalah figur yang perlu ditiru. Sebab selain beliau begitu alim, beliau memiliki wajah yang tampan serta penampilan yang baik dan indah.

Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa, jangan sampai berlebihan. Dan juga jangan lupa untuk membagikan nikmat itu kepada orang lain. Ada hak yang dimiliki orang lain terhadap harta kita.

Seperti jika panen, kita perlu mengadakan selamatan. Al Muthoamah tuqiu al ulfah walmawaddah filqulub. Saling memberi makan membuat rukun dan cinta di hati. Kaitannya dengan hal ini, masyarakat Jawa memang ahlinya. Mereka senang mengadakan makan-makan dan selamatan sehingga kita bisa melihat masyarakat Jawa begitu guyup dan rukun.

Dalam menyikapi nikmat Allah kita perlu belajar dari ayat, “Fa amma bini'mati robbika fa haddis”, Bahwa dikala kita punya nikmat kita mesti menceritakan nikmat itu, hanya saja tidak sekedar cerita, akan tetapi bagaimana kita bisa memberi manfaat dengan membagi nikmat itu terhadap orang lain. Seseorang habis mendapat uang satu milyar, maka jangan hanya cerita tapi bantulah orang lain dengan uang kita. Dan satu lagi, kita juga harus paham bahwa nikmat tadi adalah murni pemberian Allah.

Wallahu ta'ala a'lam
Taklim Pagi Shohih Bukhori, 23082016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar