Senin, 15 Agustus 2016

*PELESTARIAN BENDA BERSEJARAH*

Sebuah Kajian Kitab Mafahim Yajibu An Tushohhah

Semua atsar nabawiy harus dilestarikan sebagai sebuah kebanggaan bagi kaum muslimin. Seperti ini pula yang terjadi pada bangsa-bangsa lain. Mereka berusaha mengabadikan benda-benda sejarah sebagai ikon yang dibanggakan dan warisan dunia. Sampai dibuat semacam larangan untuk merusak, mencoret-coret, atau menempeli iklan-iklan pada situs dan benda bersejarah. Hal ini sampai di kuatkan dengan adanya undang-undang yang melindunginya, entah benda bersejarah itu berupa benda yang bergerak ataupun benda permanen. Sehingga jika akan diadakan pemugaran ataupun pembangunan bangunan baru disekitar area bersejarah semestinya harus mendapat persetujuan dari pihak yang berwenang.

Maka kita semestinya berfikir, kalau saja peninggalan peradaban secara umum dimuka bumi ini dijaga, maka seharusnya kita terus melakukan ikhtiar pelestarian atsar dan peninggalan Rosululloh, Shohabat dan Tabiin. Hal ini yang telah dipahami dan diusahakan oleh para Sahabat dulu. Akan tetapi sayang kini banyak orang pintar baru yang tak memperhatikan semua itu bahkan berusaha menghilangkannya dari muka bumi. Dengan memakai klaim potensial sebagai ajang syirik mereka terus saja menggelorakannya. Padahal bukankah para generasi berikutnya akan merasa bangga menyaksikan peninggalan bersejarah itu, pula dengannya bisa menumbuhkan kecintaan ummat yang luar biasa terhadap Nabinya.

Lihat betapa apa yang mereka lakukan demikian di murkai oleh Allah ta'ala. Dulu pada awal mereka masuk Madinah, sekitar 4 orang hendak naik ke atas masjid Nabawi. Dengan niat jahat mereka ingin menghancurkan kubah Nabi. Apa yang terjadi? Seketika merekapun lengket diatas kubah dan mati seketika.
Bukan hanya Kubah Nabi, dikesempatan lain kelompok itu berusaha hendak mengeluarkan jasad para shohabat. Sebagian lain lagi sangat ingin mengeluarkan Jasad Nabi dari kompleks Masjid Nabawy. Ketika Raja mendengar itu, marahlah beliau karena jika hal sampai terjadi. Pastilah akan memicu reaksi keras dari semua kaum muslimin dari penjuru dunia. Sebagian pemilik ide ini mungkin masih hidup sampai sekarang.

Aksi konfrontasi terhadap pecinta Nabi juga sangat getolnya dilakukan bahkan beberapa kasus pembantaian terjadi di awal masuknya mereka ke jazirah Arab. Beberapa saksi mata bahkan harus meninggalkan Madinah agar terhindar dari fitnah ini.

Ulama-ulama yang tidak pindah juga mendapat imbas yang sama. Pernah Abuya akan diadili di Thoif, mereka hampir mencapai 30 orang yang menuntut Abuya bertobat atas karangan beliau yang fenomenal yaitu kitab Addzahoir Al Muhamadiyyah. Sampai di lokasi, Abuya melepas imamah dan menaruhnya di atas meja sebagai strategi perang kemudian mengambil wudhu. Selesai itu muncul karomah beliau hingga mereka tidak bisa berkutik dan hanya bisa mendengarkan pengajian yang berisi hujah-hujah beliau".

Mungkin inilah salah satu bukti sebuah hadis yang menjelaskan "MAN 'ADA NI WALIYYAN FAQOD ADZANTUHU LIL HARBI", Barang siapa yang memusuhi wali/kekasih-Ku berarti telah menyatakan perang kepada Ku). Dalam sebuah hikmah juga disebutkan : LUHUMUL ULAMA' MASMUMAH, WA 'AQIBATUAMRIHIM WAKHIMAH. Dagingnya para wali itu beracun.

Akhir hayat penggagas Ide ini (memindah makam Nabi) kebanyakan berakhir tragis. Dijaman Nurudin Zanki pernah ada 2 Yahudi yang ingin mengambil jasad nabi. Nabipun menemui raja di dalam mimpi dan menceritakan 2 orang Yahudi tersebut beserta ciri-cirinya. Pagi harinya semua penduduk di Madinah diundang untuk bertemu dan bersalaman pada sang raja. Singkat cerita, terbongkarlah rencana jahat ini dan kedua Yahudi itu dieksekusi.

Tidak hanya itu, usaha menghilangkan benda-benda bersejarah bahkan sampai menggunakan cara menghapus semua tulisan yang mengandung tulisan tawasul di hujroh nabi.

=====
Serba Serbi:

Kata Abuya : Senjatamu adalah tahajjud, sedangkan pencari ilmu senjatanya adalah buku dan polpen. Maka seorang penuntut ilmu semestinya tidak sembarangan memakai pulpen. Jika memungkinkan seharusnya kita selektif dalam mencari pulpen, jangan memakai pulpen murahan. Sehingga tulisan baru berusia tiga tahun sudah luntur dan sulit dibaca. Jika perlu pakai pentul (pen tutul). Bahkan jika memungkinkan maka seharusnya menulisi hanya pada satu sisi buku saja untuk menghindari rusaknya buku ketika sudah tua usianya.

Abuya selalu mengajarkan para santri untuk senantiasa bercengkrama dengan Polpen, Buku dan Tasbih di saku, sebagai sebuah cara pembiasaan untuk berdzikir dan menulis. Tidak apa kalaupun yang ditulis bukan ilmu melainkan hanya pengalaman dan hal-hal kecil lain yang dia alami. Seperti yg dilakukan Abuya saat masih kuliah yang selalu menulis semua pengalaman beliau dari pagi hingga malam.

Ustadz Syihab yang merupakan santri didikan Abuya bahkan menekankan para santri agar mengusahakan diri untuk memiliki 1 tasbih (sekalian yang mahal) dan digunakan berdzikir pada Alloh hingga anak cucu. Begitu juga dengan Al Qur'an yang kita baca secara khusus secara istiqomah, jangan gonta-ganti, sebab siapa tahu bisa menjadi saksi kita kelak. Abuya sendiri juga mempunyai tongkat yang beliau pakai selama 15 tahun tetapi hilang di bandara. Abina juga mempunyai 1 sorban yang sudah lama dipakai dari Abuya. Pelajaran tentang istiqomah.

By Ibnu Hisyam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar