Kamis, 08 Oktober 2015

Taqwakah?

Apakah dinamakan bertaqwa melakukan satu hal hanya karena tuntutan keadaan? Sebab kadang keadaan menuntut seseorang terlihat "bertaqwa", sehingga kesan itu akan hilang ketika ia berada diluar keadaan itu. Ia akan kembali menjadi bentuknya yang asli.

Apakah disebut sebagai taqwa memimpin satu majlis dengan aneka dzikir komplit hanya tersebab keadaan, keadaan yang memaksanya menjalani hal itu. Yang padahal di hari ketika tiada tuntutan keadaan, ia tak pernah barang sekali membacanya di kesendiriannya hanya berteman Tuhannya. Sebab ia ingin meyakinkan kepada jamaah bahwa ia adalah sosok penerus yang komitmen.

Apa disebut taqwa bersikap seolah orang alim hanya karena keadaan, keadaan yang memanggilnya ustadz, sehingga mau tak mau ia memantaskan diri dengan sepantasnya sikap ustadz. Bangun lebih awal dari santri, melakukan ritual malam bersama mereka. Bersikap bak malaikat yang tak punya salah. Sempurna. Shalat jamaah tiap waktu. Shalat zhuha dan sunnah lainnya. Mewasiatkan hal-hal langit yang padahal entah ia telah melakukan atau tidak. Sebab agar mereka percaya bahwa ia adalah sebenarnya ustadz yang patut diteladani.

Apa disebut taqwa bersikap layaknya orang shaleh, sebab keadaan yang menuntutnya, keadaan sepulang haji yang menuntut sikapnya harus berubah jika ingin dinilai hajinya mabrur, agar masyarakat percaya dan melihat bahwa ia adalah seorang haji yang mabrur.

Apa dinamakan taqwa membagi-bagikan sedekah, zakat dan qurban hanya karena keadaan, keadaan yang menuntut ia agar seolah menjadi orang dermawan, menjadi seolah teladan tersebab ia memimpin satu daerah. Padahal kala ia tak menjadi apapun ia adalah bagian dari manusia pelit didaerahnya.

Apa dinamakan taqwa menjauhi larangan agama hanya tersebab takut dicap sebagai orang jelek dimata manusia? Tersebab takut dianggap penerus tak bertanggung jawab. Tersebab takut dianggap sebagai ustadz gadungan. Tersebab takut dianggap Haji yang mardud. Tersebab takut diklaim sebagai pemimpin yang tak bisa memberikan teladan.



Oh..Tuhan.. inikah yang dinamakan riya'?
Oh..Tuhan.. inikah yang disebut sum'ah?
Yang kala ingin menceritakan, Sahabat Rasul Abu Hurairah mesti berkali-kali pingsan...

Maka musuh sebenarnya adalah diri kita sendiri, yang beramal masih saja bercampur dengan unsur kabur, tiada murni hanya teruntuk hadirat-Nya. Beramal hanya agar dianggap baik, dianggap penerus yang komitmen, hanya agar dianggap ustadz hakiki, hanya supaya di anggap Pak/Bu haji yang mabrur, hanya agar dianggap dermawan dan pemimpin yang perlu dicontoh.

Barangkali inilah yang disebut sebagai amal ukhrowy yang duniawi. Hanya demi anggapan baik dari orang-orang terhadap kita.

Pintar sekali setan menjerumuskan seorang pelaku ketaatan kepada kenistaan sebab melakukan perintah Tuhan dan menjauhi larangan Tuhan tiada untuk Tuhan. Halus sekali metode yang mereka tempuh demi menyeret kita agar menemaninya keneraka.

Sebab manusia macam itu katanya, akan dipermalukan dihadapan Tuhan dengan firman-Nya, kadzabta! Bohong kamu!

Dan mungkin saja tulisan ini sendiri barangkali ditulis tersebab ingin mendapatkan anggapan baik dari manusia, maka menata hati, meluruskannya, menghindarkannya dari motivasi selain-Nya tiada semudah itu. Maka teruslah beramal dengan memproses diri menuju niat murni karena dan untuk-Nya. Tak usah lagi pedulikan anggapan manusia.

8 oktober 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar