Senin, 14 Maret 2016

MEMAKNAI SEBUAH MIMPI

Suatu saat, dikala masa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yakni di tahun ke 9 hijriyah, Musailamah al Kadzab tiba di Madinah dari Yamamah Yaman. Lantas ia memulai untuk bicara: “Jika Muhammad menjadikan urusan kenabian dan khilafah setelahnya untukku maka aku akan mengikutinya”. Ia tiba di Madinah dengan membawa banyak orang yang merupakan kaum pengikutnya. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjemputnya bersama Tsabit bin Qaiys bin Syammas, dan digenggaman tangan Rasulullah ada sepotong pelepah kurma sampai Rasulullah berada dihadapan Musailamah dan kaumnya lalu ia bersabda: “ Kalau saja kau minta dariku sepotong pelepah kurma ini, aku tak akan memberikannya kepadamu, dan kau takkan melampaui hukum Allah. Sungguh jika kau enggan menaatiku Allah ta’ala akan membunuhmu dan sungguh aku telah melihat apa yang diperlihatkan Allah padaku di dalam mimpi. Lantas Abu Hurairah menceritakan apa yang dilihat Rasulullah didalam mimpi. Rasulullah bersabda: “ Dikala aku tidur, aku melihat di tanganku ada dua gelang emas, hal itu menyusahkanku, (sebab emas adalah perhiasan wanita yang terlarang untuk laki-laki.red). Kemudian diwahyukan kepadaku. “Tiuplah dua gelang emas itu!” Maka aku meniupnya sehingga keduanya terbang. Aku tafsiri mimpi itu, bahwa dua gelang emas itu merupakan dua orang pendusta yang akan muncul selepasku. Satu bernama al Ansiy dan Satunya lagi bernama Musailamah al Kadzab”.

Cerita di atas berbicara mengenai seorang Nabi palsu yang muncul pada masa Rasulullah. Ia bernama Musailamah al Kadzab, seorang penduduk Yamamah Yaman yang tanpa tedeng aling-aling berani mengklaim diri sebagai Nabi, bahkan sampai dikala sowan menghadap Rasulullah. Namun kedatangannya justru mendapatkan respon dari Rasulullah. Rasulullah sendiri justru yang menjemput rombongannya bersama seorang sahabatnya yakni Tsabit bin Qays. Sebuah cara dakwah yang diterapkan Rasul. Sebab dakwah adalah mengambil simpati, dakwah adalah mendekati obyek dakwah bukan malah menjauhi. Namun sikap Rasulullah tidak sama sekali ditanggapi positif oleh Musailamah, justru ia berani secara terus terang mau mengikut Rasul hanya jika ia yang akan menjadi pengganti kenabian dan kekhalifahan pasca Rasul. Maka Rasulullah dengan tegas menyabdakan bahwa, bahkan hanya sepotong pelepah kurma yang ada di genggaman beliau saja takkan pernah beliau berikan jika akan ia memintanya, apalagi masalah kenabian dan kekhilafahan.

Rasulullah sebelumnya juga telah bermimpi tentang sebuah hal yang ia tafsiri sebagai kemunculan dua Nabi palsu suatu saat, yang ternyata satu bernama al Ansiy. Seorang warga Sana’a Yaman yang memiliki nama asli ‘Ablah bin Ka’ab. Seorang yang hobi memakai tudung kepala. Dan satu lagi bernama Musailamah al Kadzab yang merupakan warga Yamamah Yaman. Pada akhirnya kedua Nabi palsu itu berhasil dilenyapkan. Al Ansiy berhasil dibunuh di masa Rasulullah oleh seorang sahabat Nabi yang bernama Fairuz, sementara Musailamah al Kadzab berhasil dibunuh pada masa Sayyidina Abu Bakar oleh Pembunuh Sayyidina Hamzah bin Abdul Muthollib yang bernama Wahsyi. Meskipun ia membunuh Sayyidina Hamzah, namun pada akhirnya Wahsyi mau bertaubat dan masuk Islam. Keislaman Wahsyi diterima Rasulullah dengan sebuah syarat, yakni ia tidak boleh lagi memperlihatkan wajahnya dihadapan Rasulullah. Sebab hal itu akan mengingatkan Rasulullah kepada Sayyidina Hamzah pamannya, yang dibunuh oleh Wahsyi dengan demikian kejam. Banyak dari anggota tubuh Sayyidina Hamzah yang dirobek, mata hidung telinga dan bahkan jantungnya dirobek oleh Wahsyi. Hanya gara-gara motif ingin dimerdekakan. Akhirnya selepas Islam, ia memiliki tekad kuat untuk menebus kesalahan besarnya membunuh Sayyidina Hamzah. Ia bertekad membunuh manusia terburuk kala itu yakni Musailamah al Kadzab yang mengklaim diri sebagai Nabi. Dan singkat cerita ia berhasil membunuh manusia terburuk itu. Sampai ia berkata: Kala Jahiliyah, aku membunuh manusia terbaik, Sayyidina Hamzah, dan akhirnya kala telah Islam, aku membunuh manusia terburuk, Musailamah al Kadzab.

Mimpi adalah sebuah hal yang kita alami dikala kita tidur. Ada yang hanya menjadi bunga tidur, ada pula yang merupakan sebuah kabar gembira atau peringatan akan sebuah hal. Mimpi yang di alami oleh para Nabi sendiri, bukan merupakan mimpi yang tak memiliki makna. Justru mimpi para Nabi adalah sebuah wahyu yang diwahyukan dari Allah ta’ala.

Rasulullah bermimpi tentang Nabi palsu yang akan hadir. Mimpi Rasulullah bukan sebuah mimpi yang menakutkan, akan tetapi justru Rasulullah bermimpi memakai dua gelang emas. Maka menafsirkan mimpi tidak bisa serta merta dimaknai secara lugas. Namun mesti memiliki patokan yang jelas berdasarkan hadits-hadits tentang mimpi dan tafsirnya dari Rasulullah, atau berdasarkan kitab rujukan yang terpercaya seperti kitab tafsir mimpinya Ibnu Sirin. Bukan dimaknai memakai kitab primbon.

Penafsiran mimpi dikala kita mendapatkan kotoran semisal, ternyata kita akan mendapat harta benda. Orang yang bertemu orang tua yang meninggal dalam kondisi menangis, justru adalah sebaliknya. Melihat seorang guru yang berjalan terseok, justru berarti kita sendiri yang pada hakikatnya terseok.

Pada kesempatan lain Rasulullah juga pernah bermimpi kala ia sedang tidur, ia hijrah dari Makkah menuju sebuah daerah yang disana terdapat pohon kurma, ia menduga bahwa daerah itu adalah Yamamah, atau hajar, ternyata daerah itu adalah Madinah Yatsrib. Dan di mimpi Rasulullah itu, Rasul menghunus pedangnya, ia melihat pedangnya patah bagian ujungnya, ternyata maknanya adalah sebuah ujian yang dialami oleh kaum muslimin pada perang Uhud. Kemudian ia menghunus pedang itu lagi, pedang itu kembali utuh sedia kala, ternyata maknanya adalah apa yang didatangkan oleh Allah yakni Fathu Makkah dan terkumpulnya kaum Muslimin. Rasul juga melihat seekor sapi yang sedang disembelih maka sikap Allah terhadap orang yang terbunuh lebih baik bagi mereka. Ternyata itu berarti kaum Mukminin pada perang uhud. Ternyata itu berarti apa yang didatangkan Allah yakni sebuah kebaikan dan pahala yang sebenarnya yang didatangkan oleh Allah bagi kita selepas perang Badar.

Rasulullah demikian hebat dan ahli dalam memaknai sebuah mimpi. Seperti pula Nabi Yusuf yang juga ahli dalam masalah ini, bahkan Rasulullah dinilai lebih ahli daripada Nabi Yusuf. Maka belajar menafsirkan mimpi melalui mimpi-mimpi Rasulullah dan para sahabat barangkali sebuah aktivitas yang perlu kita usahakan.


15 Maret 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar