Selasa, 22 Maret 2016

SANG CENDEKIA, SAHABAT IBNU ABBAS

Ketika turun surat An Nashr banyak orang merasa gembira sebab Allah memberikan berita akan hadirnya sebuah kemenangan yang diidam-idamkan. Setelah sekian banyak peperangan dan segala macam ujian yang dilalui, setelah sekian perjuangan terus saja dikobarkan, setelah demikian banyak pengorbanan dikerahkan oleh para sahabat. Maka pantas saja, demi mendengar berita ini, mereka demikian gembira.

Namun tidak dengan yang dialami oleh Sayyidina Abu Bakar dan Umar. Sayyiduna Abu Bakar selepas mendengar ayat ini, justru ia menangis sesenggukan. Sayyidina Umar juga tidak menerima ayat itu dengan pemahaman pada umunya begitu saja. Justru ia mencari seorang anak kecil yang memiliki kecerdasan luar biasa dalam memahami ayat, yang biasanya memiliki pengertian yang sama sekali berbeda dengan apa yang dipahami oleh sahabat pada umumnya. Ialah Sayyidina Abbas. Seorang anak kecil yang pada usia 15 tahun sudah diangkat sebagai seorang mufti. Seorang anak kecil yang pada akhirnya mendapatkan predikat dari Rasulullah sebagai Tarjumanul Qur’an.

Maka Sayyidina Umar bin Khottob berangkat hendak mendekatkan dirinya kepada Ibnu Abbas. Akan tetapi mendengar kabar akan berangkatnya Sayyidina Umar, Sayyidina Abdurrahman bin Auf menawarkan “Kalau cuma anak kecil saja, kami juga punya banyak anak yang seperti dia”. Sayyidina Umar menjawab: “Sungguh ia adalah seorang Ibnu Abbas seperti yang telah kau tahu keilmuannya”

Akhirnya Sayyidina Umar mendatangi Sayyidina Ibnu Abbas, menanyakan tentang makna ayat itu, idza ja’a Nashrullohi wal fath. Sayyidina Ibnu Abbas menjawab, “Ayat ini adalah sebuah isyarat akan tibanya ajal kewafatan Rasulillah yang diberitahukan secara langsung oleh Allah kepada Rasulullah”. Sayyidina Umar berkata, “ Aku tiada memahami ayat ini kecuali persis seperti apa yang kau pahami”. Sebab kalau kemenangan telah diraih umat Islam, berarti tugas Rasulullah selesai. Sehingga berarti pula Rasulullah akan segera dikembalikan kepada Allah.

Ibnu Abbas, seorang anak yang padahal masih berusia belasan tahun. Namun ia memiliki pehamaman yang demikian luar biasa tentang ayat-ayat al-Qur’an. Sebuah bukti dari dikabulkannya sebuah doa yang pernah dipanjatkan Rasulullah untuknya semenjak bayi. Allahumma faqqihhu fiddin wa ‘allimhutta’wil. Ya Allah faqihkan Ibnu Abbas dan agama dan alimkan dalam penakwilan (interpretasi). Pada akhirnya Ibnu Abbas menjadi seseorang sahabat yang semenjak kecil demikian cerdas. Seorang yang semenjak kecil yang amat pandai menafsirkan makna al-Qur’an.

Akan tetapi yang perlu diperhatikan adalah, ada sebuah kitab yang mengatasnamakan Ibnu Abbas. Padahal bukan merupakan kitab yang bersumber darinya. Sebuah kitab yang bernama Tanwirul miqbas fi tafsiri Ibni Abbas. Di kala salah seorang santri Abuya al Maliki terlanjur membeli kitab tersebut, tanpa banyak komentar Abuya justru menyuruh untuk membakarnya.

Penafsiran yang dinyatakan Ibnu Abbas, dalam menafsiri Surat An-Nashr itu. semestinya bukan sebuah penafsiran yang diperoleh hanya mengandalkan akal pikiran semata, tapi lebih dari itu bahwa hal itu lebih bersumber dari bashiroh. Seperti yang dipahami pula oleh Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar.
Ibnu Abbas adalah seorang anak kecil yang memiliki najabah, yakni sebuah kecerdasan disertai kedewasaan. Betapa senang orang tua yang memiliki anak kecil yang memiliki karakter Najabah, cerdas dan dewasa. Tidak sekedar cerdas semata, namun di dukung pula oleh kedewasaan.

Kalau hanya cerdas saja istilahnya adalah ‘uromah. Seorang yang memiliki anak berkarakter ‘uromah seharusnya ia tidak banyak melarangnya. Yang perlu dilakukan adalah membatasi tidak melarang. Yang penting apa yang ia lakukan tidak membahayakan tidak masalah. Sebab anak kecil yang memiliki ‘Uromah biasanya setelah dewasa akal pikirannya akan bertambah cerdas. Uromatusshoby fi shighorih ziyadatun fi aqlihi fi kibarih. Disamping itu, orang tua juga mesti sabar dengan seorang anak yang cerdas, uromah. Sebab biasanya mereka sering menggoda.

Sebuah doa yang mesti diistiqomahkan orang tua agar mendapatkan seorang anak idaman adalah, Allahummarzuq lahum assholaha wannajaabata waddzaka’a wa hifzhoka lahum fih. Ya Allah rizqikan bagi mereka (anak-anak kami) keshalehan, kecerdasan disertai kedewasaan, kecerdasan yang lain, serta penjagaan-Mu bagi mereka dalam hal itu.

Dibalik keberadaan berumah tangga ada hubungan erat dengan populasi manusia. Dari semula hanya Nabi Adam dan Hawa, sampai hari ini populasi manusia berjumlah 7 miliyar. Seorang istri semestinya tidak perlu merasa gundah dengan kehamilan yang ia jalani. Ia harus selalu optimis dalam menjalaninya. Karena dari semenjak awal, yang membuat berhasil proses pembuahan, kemudian menjadikannya segumpal darah lalu segumpal daging dan pada akhirnya berwujud utuh sebagai seorang bayi kecil adalah Allah subhanahu wata'ala. Maka dalam hal bagaimana kemudian melahirkannya, Allah ta'ala yang akan memudahkannya.

{هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا فَلَمَّا تَغَشَّاهَا حَمَلَتْ حَمْلا خَفِيفًا فَمَرَّتْ بِهِ فَلَمَّا أَثْقَلَتْ دَعَوَا اللَّهَ رَبَّهُمَا لَئِنْ آتَيْتَنَا صَالِحًا لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ (189) فَلَمَّا آتَاهُمَا صَالِحًا جَعَلا لَهُ شُرَكَاءَ فِيمَا آتَاهُمَا فَتَعَالَى اللَّهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ (190) }

Dialah Yang menciptakan kalian dari diri yang satu, dan darinya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya Maka setelah dicampurinya, istrinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami istri) bermohon kepada Allah —Tuhannya— seraya berkata, "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah termasuk orang-orang yang bersyukur." Tatkala Allah memberi kepada keduanya seorang anak yang saleh, maka keduanya menjadikan sekutu bagi Allah terhadap anak yang telah dianugerahkan Allah kepada keduanya itu. Mahatinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan. (QS. Al A'rof ayat 189-190)

Penantian selama 9 bulan semestinya dibuat untuk memperbanyak doa-doa, seperti doa-doa yang ma’tsur dari Al-Qur’an, tabarukan dengan al-Qur’an, dengan redaksi al-Qur’an:

Robbi Habli minassholihin. Ya Tuhanku, Anugerahkan padaku anak yang shaleh.
Lain ataitana sholihan lanakunanna minassyakirin. Jika saja Engkau hadirkan untukku anak yang shaleh pastilah aku akan menjadi hamba yang bersyukur.
Hamlan khofifan famarrot bih. Kandungan yang ringan dan teruslah ia merasa seperti itu.
Akhir-akhir kehamilan memperbanyak doa: Tsummassabila yassaroh

Juga seperti banyak yang dilakukan oleh orang-orang yakni dengan meletakkan kitab al-muwattho’ di ibu yang hamil dengan sebelumnya membaca alfatihah untuk Imam Malik.
Dan ketika istri sedang proses melahirkan, seorang suami yang menemaninya memperbanyak membaca doa:
Hannah waladat Maryam Maryam waladat Isa Ukhruj Ayyuhal Maulud biqudrotil Malikil Ma’bud, Allahumma sholli ala Sayyidina Muhammad Sahhil wayassir maa ta’assar.

Semoga kita dianugerahi anak-anak yang shaleh shalehah. Menjadi anak yang cerdas dan dewasa layaknya sahabat Ibnu Abbas. Allahumma faqqihna wa awladana fiddin wa allimna wa awladana atta'wil. aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar