Jumat, 04 Maret 2016

Meraih Maqam Rusyd

Seorang peminum khomr yang tak sempat bertaubat, ia takkan mendapatkan kesempatan untuk menikmati lezatnya khomr surgawi. Namun jika ia masih sempat bertaubat sebelum meninggal dunia, maka kelak di akhirat masih tetap bisa menikmati sampai puas, lezatnya meminum khomr di Surga.

Seseorang meninggal dunia dikala belum sempat bertaubat, maka ia mati dengan membawa serta dosa-dosa yang rentan menyebabkan suul khotimah. Sebuah kematian yang pelakunya tak mendapatkan ampunan dari Allah subhanahu wata’ala. Sebenarnya kita seluruhnya memang sering berbuat salah, dan mereka yang terbaik adalah yang mau bertaubat. Dan sebenarnya kita memiliki banyak kesempatan untuk memutihkan dosa, seperti disiapkannya bulan Ramadlan, ibadah Haji, dan bahkan sekedar wudlu saja, yang mampu merontokkan dosa-dosa.

Semoga kita bisa meraih husnul khotimah, sebuah kematian yang mendapatkan maghfirah dari Allah azza wajalla. Sebab yang menjadi pertimbangan adalah kondisi terakhir seseorang, apakah baik atau buruk. Maka bagaimanapun sikap dan kondisi orang lain pada saat ini bukan menjadi pertimbangan, sehingga menuntut kita sampai kapanpun untuk terus husnuzzhon kepada mereka.

Ada sebuah maqam yang bernama Rusyd, sebuah maqam dimana seseorang mendapatkan perhatian dari Allah sehingga membantu memperbaiki hati seseorang di setiap urusannya. Sebuah maqam yang pemiliknya telah mendapatkan kecintaan disisi Allah subhanahu wata’ala. Sebuah maqam yang mesti diusahakan.

Sayyidina Muadz bin Jabal, seorang sahabat yang rumah surganya berada di dataran paling tinggi. Seorang sahabat yang mendapatkan ungkapan cinta dari Rasulullah secara langsung. Yang pada suatu saat mendapatkan ijazah dari Rasul untuk terus membaca sebuah doa selepas shalat yang berbunyi, Allahumma ainni ala dzikrika wa syukrika wa husni ibadatik. Sebuah doa yang mengisyarakatkan bahwa untuk mendapatkan inayah (pertolongan) semestinya didahului oleh I’anah (permohonan pertolongan) untuk terus istiqamah tanpa putus menjalankan dzikir, syukur, dan perbaikan ibadah.

Mengawal lisan dengan dzikir di setiap kesempatan, mengusahakan lisan selalu basah dengan dzikir, hendak makan, hendak tidur, bangun tidur, sampai hendak masuk toilet, kita terus membaca doa-doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Jika kita selalu berusaha dzikir mengingat Allah, maka Allah akan lebih mengingat kita. Dengan mengingat Allah hati sanubari kita akan senantiasa tentram, tidak mudah stress dan bingung dalam menghadapi segala problema.

Bersyukur berarti memuji zat yang memberi sebuah kenikmatan yang kita rasakan. Mengungkapkannya dengan ucapan Alhamdulillahirobbil ‘alamin. Memuji Allah tidak hanya disaat senang saja, melainkan disetiap keadaan. Meski di saat susah kita tetap memuji Allah ta’ala melalui kalimat istirja’, bukan mengungkapkannya dengan keluh-keluhan. Sebab bersyukur berarti melihat siapa yang memberikan, bukan pemberian itu sendiri. Bersyukur berarti pula berbuat baik kepada orang lain seperti Allah telah berbuat baik dengan kita, melalui apapun potensi yang telah di anugerahkan oleh Allah, baik itu ilmu, harta, fisik, ataupun kedudukan. Berusaha menyenangkan orang lain dengan apapun potensi yang kita miliki.

Husnul ibadah, ibadah yang sifatnya terbaik atau menurut pendapat lain kebaikan yang bersifat ibadah. Berusaha memperbaiki ibadah yang kita lakukan, melalui keistiqamahan, juga melalui perbaikan kualitas dan kuantitas ibadah yang kita lakukan. Berusaha melakukan semaksimal mungkin, sebaik mungkin.

Dengan ketiga hal ini, kita akan bisa meraih maqam Rusyd yang di idam-idamkan. Sebab Nabi Musa saja yang merupakan seorang Nabi Ulul Azmi masih diminta berguru dengan Nabi Khidzir.

Allahumma habbib ilaynal iman wa zayyinhu fi qulubina, wakarrih ilainal kufro wal fusuqo wal ‘ishyan waj’alna minarrosyidin.
Ya Allah cintakan keimanan kepadaku dan hiaskanlah ia dihatiku, bencikanlah kepadaku kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan, dan jadikanlah aku bagian dari orang-orang Rusyd. Aamiin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar