Selasa, 22 Maret 2016

TETAMU YANG MEMBAWA BERKAH

Iman memiliki sekian banyak cabang. Salah satunya adalah memulyakan tamu. Ikromudloif min syuabil iman. Kita mengenal seorang Nabi yang pada akhirnya mendapat predikat sebagai kholilullah (kekasih Allah). Sebab ia adalah seorang Nabi yang amat gemar melayani tamu. Bahkan ia rela untuk berjalan sekian mil untuk mencari orang yang mau menjadi tamunya. Ialah Nabi Ibrahim. Seorang Nabi yang semestinya kita jadikan teladan dalam masalah menghormati tamu.

Kedatangan tamu padahal biasanya demikian membuat repot. Repot waktu, tenaga, dll. Apalagi jika tamu itu harus menginap. Sementara kita tahu bahwa sifat dasar manusia pada umumnya tidak suka direpoti. Namun jika kita mau untuk direpoti, maka kita termasuk orang yang berhasil mengamalkan ayat “wa ahsin kama ahsanallahu ilaik”. Dan berbuat baiklah seperti Allah telah berbuat baik kepadamu. Sebuah cara mensyukuri nikmat yang diberikan Allah. Dan jika kita mau amati, diantara sekian cabang-cabang iman yang jumlahnya tujuhpuluhan itu, berbuat baik kepada orang lain (al-ihsan ilal ghoir) dalam berbagai bentuknya merupakan cabang iman yang paling banyak.

Dalam memulyakan tamu yang paling penting adalah dengan tholaqotul wajhi, berwajah cerah dan ceria. Dengan perkataan yang menyenangkan. Menyuguhkan suguhan kepada tamu. Dan juga berusaha menyenangkan tamu. Tentu saja memulyakan tamu tetap dengan kadar kemampuan. Entah apa yang kita punya semestinya kita suguhkan kepada tamu. Dan jika saja tamu yang bertandang itu adalah tamu yang banyak menghabiskan makanan maka kita tidak perlu ada perasaan menyesal dalam menemuinya.

Menjadi seorang kyai harus pintar dalam memulyakan tamu. Jika dulu ketika masih santri kita belajar mati-matian sampai punggung putus. Maka dikala telah menjadi kyai, kita juga mesti berusaha menebar manfaat dan berkhidmah kepada ummat sampai punggung putus. Kapan saja ummat membutuhkan, pada saat itu kita siap. Entah berapa orang saja ditiap hari silaturrahim dan bertamu di rumah kita, kita mesti melayaninya semampu kita. Lamma kunta tholiban qushima zhohruk wa lamma kunta aliman qushima zhohruk.

Seseorang ada yang suka mendapatkan tamu ada juga yang tidak. Tapi pada prinsipnya, tamu membawa rizqi, baik secara fisik ataupun non fisik. Allah ta’ala siap mengganti apa yang kita keluarkan untuk memulyakan tamu. Sehingga hidup kita akan ringan, lancar dan berkah. Ini bisa kita dapatkan dengan kesediaan di repoti oleh orang lain.

Setelah bertamu, si tamu semestinya berdoa minimal dengan akromakumulloh, atau yang lebih panjang yakni doa: akala tho’amakumul Abror wa shollat alaikumul malaikatul akhyar. dan semestinya doa seperti ini dibudayakan.

Orang jawa memiliki karakter sungkan sehingga dalam bertamu mesti harus di persilahkan dulu berkali-kali. Padahal tanpa dipersilahkan kita sudah boleh untuk memakannya.

Termasuk dari cara menyenangkan tamu adalah mengantarkan tamu sampai ke pintu atau kalau perlu sampai ke pagar.

Dalam percakapan dalam menemuinya, kita harus memastikan bahwa apa yang akan dibicarakan ada manfaatnya. Maka perlu dipikirkan terlebih dahulu apakah pembicaraan kita berfaedah atau sia sia, menyenangkan atau justru menyakitkan. Man hasiba kalamahu min amalih, qolla kalamuhu illa fima ya’nih. Maka kita harus berusaha menyadari bahwa apa yang kita ucapkan adalah amal kita. Sehingga kita bisa lebih menjaga apa yang kita ucapkan.

Dan kita mengerti bahwa jenis lisan demikian beragam, ada yang hanya bisa bicara ya dan tidak, ada yang banyak bicara tanpa memberikan kesempatan bicara pada orang lain, dan ada pula yang bicara dan mendengarkan dalam porsi yang sama. Maka menemui tamu mesti kita yang harus pandai menyesuaikan. Jika tamu banyak bicara, maka bagaimana kita menjadi pendengar yang baik. Dan jika tamu tak banyak bicara, bagaimana membuatnya tetap merasa enjoy, tidak merasa sungkan.

Wallahu yatawallal jami'a biriayatih.
24 Feb 2016
Semoga bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar