Senin, 14 Maret 2016

SEKELUMIT TENTANG MENIKAH

Suatu hari Rasulullah di tawari oleh seorang Sahabat untuk menikah dengan seorang wanita Arab, anak wanita al Jaun yang bernama Umroh, atau ada yang menyebutnya Asma’. Rasulullah menyuruh sahabat Abu Usaid untuk mengutus seseorang untuk memanggilnya. Wanita itu pun datang menemui Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Ia singgah di benteng Bani Saidah. Rasulullah keluar menghampirinya, Rasulpun masuk menemuinya. Ternyata ia adalah seorang wanita yang menundukkan pandangan. Di kala Rasul mengajaknya bicara, dengan tanpa diduga ia justru mengucapkan sebuah hal yang demikian menusuk. “Aku berlindung kepada Allah darimu”. Mendengar apa yang ia katakan. Rasul menimpali, “Sungguh aku tinggalkan kau dariku”. Para sahabat yang ada disana berkomentar kepada si wanita. “Kau tak tahu, siapa lelaki yang ada dihadapanmu?”. “Tidak sama sekali” jawab ia. “Ini adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang kesini untuk meminangmu”. Wanita itu menjawab, “ Aku akan celaka jika ia sampai meminangku!” … ( al Hadits)

Sebuah kisah tentang ditolaknya lamaran Rasulullah oleh seorang wanita. Meskipun Rasulullah merupakan seorang Nabi, disatu kesempatan, Ia juga pernah mengalami penolakan dari wanita. Di kesempatan yang lain, banyak pula wanita yang memasrahkan dirinya kepada Rasul, namun Rasulullah menolaknya.

Rasulullah sepeninggal Sayyidah Khadijah, menikahi wanita-wanita yang mayoritas adalah janda tua. Barangkali wanita dalam kisah diatas menolak lamaran Rasulullah dikarenakan selisih usia yang terpaut jauh. Sehingga ia tidak berkenan menjadi istri Rasulullah. Ada seorang istri Rasul yang bernama Sayyidah Ummu Salamah. Kala ia dilamar Rasulullah, ia menyatakan sebuah hal kepada Rasul : “Ya Rasulallah, bukannya aku menolak, namun aku adalah seorang wanita yang sudah tua, banyak anak, dan juga pencemburu. Aku takut tidak bisa memenuhi kewajibanku sebagai istri”. Namun Rasulallah menjawab, “ Kalau masalah tua, aku juga sudah tua, adapun anakmu adalah juga anakku, Allah yang akan mencukupi kebutuhan anak-anakmu dan mengenai sifat pencemburu aku akan berdoa kepada Allah agar menghilangkan sifat itu”. Kemudian ia menerima lamaran itu.

Menikah adalah menggabungkan dua jenis manusia yang berbeda sama sekali, namun pada kenyataannya dua insan yang berbeda itu dipertemukan oleh Allah ta’ala. Ini adalah sebuah rahasia Allah. Sebab dalam pernikahan ada tadbir Allah yang berlaku, semua orang barangkali ingin mendapatkan pasangan dengan berbagai ragam kriteria yang ia inginkan. Seorang yang cantik ingin memiliki suami yang ganteng, yang pinter ingin ketemu yang pinter. Namun pada kenyataan yang terjadi tidak demikian. Ada yang tinggi ternyata dapat pendek, ada yang jelek justru dapat cantik. Maka yang menilai pasangan itu serasi bukan kita, melainkan Allah. Meski memang semestinya ada usaha yang kita lakukan, sampai dikenal adanya sebuah persyaratan kufu(sekualitas) dalam madzhab Syafi’i, meski menurut Madzhab Maliki masalah kufu dalam pernikahan bukan merupakan sebuah persyaratan.

Ada seorang pegawai KUA yang menikah dengan seorang wanita, ia bukanlah wanita yang berparas cantik. Namun setelah menikah ia rasakan bahwa kehidupannya sedikit demi sedikit membaik. Rizqi yang sebelum menikah demikian seret setelah menikah menjadi lancar. Namun, disuatu hari istrinya itu meninggal dunia. Sepeninggal istrinya ia memutuskan untuk mencari pendamping hidup yang lain. Ia pun menemukan seorang wanita yang demikian cantik. Ia menikahi wanita itu. Hidupnya demikian bahagia bersamanya. Namun, selepas itu ia rasakan bahwa kehidupannya semakin hari semakin ia rasakan sulit. Rizqi yang sebelumnya lancar berubah menjadi seret. Pada akhirnya ia berubah menjadi lelaki miskin, meski beristrikan wanita cantik jelita. Maka menikahi seseorang, jangan hanya dilihat parasnya saja. Kalau ia cantik, lihat juga ia tipe wanita yang glamor nan manja atau tidak.

Allah ta’ala telah merencanakan semuanya. Dari semenjak di alam ruh, seseorang telah dipertemukan dengan orang-orang. Kala di antara mereka timbul sebuah kecocokan, mereka akan akrab didunia. Ada yang menjadi pasangan suami istri. Sementara kala tiada cocok maka kala didunia akan mengalami pertentangan.

Seseorang terkadang diuji dengan hadirnya seorang pasangan. Seorang lelaki menikah ternyata dengan seorang wanita yang suka mengomel, maka jangan dilihat sisi ngomelnya tapi lihat ternyata dia punya sifat lain yang baik. Maka disaat mengomel, yang lebih baik adalah tidak perlu meladeni, cukup diam. Sehingga siapa tahu pada akhirnya sebab omelan istrinya, suami diangkat Allah sebagai wali, kekasihnya Allah. Meneladani apa yang dilakukan oleh Sayyidina Umar terhadap istrinya. Kadang seorang wanita juga menemukan suami yang menjadi ujian baginya. Suami yang memiliki karakter pemarah dan ringan tangan. Maka bersabar adalah sebuah jalan yang mesti diusahakan. Barangkali dengan modal itu ia bisa menjadi seorang waliyah disisi Allah.

Istri ada yang bahkan menjadi musuh suami, seperti yang dialami sendiri oleh Nabi Luth yang memiliki istri yang justru menjadi batu sandungan baginya. Dan sebaliknya suami juga ada yang merupakan musuh bagi sang istri, seperti yang terjadi pada Sayyidah Asiyah yang memiliki suami Firaun.

Dalam pernikahan, Allah ta’ala telah memberikan sebuah modal sakinah (ketenangan). Maka sepasang suami istri semestinya berusaha agar jangan sampai saling membenci hanya gara-gara adanya sebuah perbedaan sifat antara mereka. Karena jika kita telisik, di sisi lain pasti akan ditemukan banyak sifat yang cocok antar mereka. Jika tidak akan bisa dipastikan mereka berdua tidak akan sampai ke pelaminan. Meski setelah itu memang mengharuskan masing-masing pihak melakukan adaptasi, menyesuaikan dengan karakter kekasihnya. Sebab pernikahan adalah menggabungkan dua jenis insan yang sama sekali berbeda. Bagaimana mengelola modal sakinah dengan kasih sayang, mawaddah dan rahmah sehingga tercipta sebuah rumah tangga yang mampu menjalankan sebuah ibadah kasih sayang terbaik disisi Allah.

Sepasang suami istri pada akhirnya akan menjadi raja dan ratu kelak di surga. Yang pada saat itu, tiada lagi namanya iri dengki, tidak lagi ditemukan ghil antar mereka, yang ada hanyalah kasih sayang. Mereka mendiami rumah yang demikian luas kira-kira 90 km. Mereka juga ditemani oleh 70 bidadari yang siap melayani mereka berdua.

Proses mencari pasangan berbeda dengan mencari duit, melalui tadbir yang Allah tentukan. Seseorang membutuhkan sebuah proses yang perlu diusahakan dalam batas-batas yang telah ditentukan oleh Islam.

Kita mengenal sebuah semboyan Baiti jannati, rumahku adalah surgaku. Meski itu adalah sebuah hadits maudlu, redaksinya palsu. Namun memiliki kandungan maknanya benar. Bagaimana kita berusaha menjadikan suasana rumah tangga yang kita bangun layaknya disurga. Tidak ditemukan lagi pertengkaran, ghill, amarah antara anggota rumah tangga. Yang ada hanyalah kasih sayang. Sehingga bisa berusaha bersama-sama meraih ridlo Allah subhanahu wata’ala. Semoga kita bisa mengusahakannya. Amiin

CATATAN HATI TAKLIM PAGI BERSAMA ABI
SHAHIH MUSLIM, 14 Maret 2016
Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar